Tiada Kemerdekaan Tanpa Al-Birr

Tiada Kemerdekaan Tanpa Al-Birr

DR. Abdul Hafiz, M.Ag-Adam-radarbengkulu.disway.id

Khatib : DR. Abdul Hafiz, M.Ag (Dosen Pasca Sarjana UIN Fatmawati Sukarno dan Universitas Muhammadiyah Bengkulu, Wakil Ketua PWM Bengkulu, Pimpinan Pesantren Alkarim)

 

Dari : Masjid Raya Baitul Izzah, Jalan Raya Pembangunan Kelurahan Padang Harapan Kecamatan Ratu Agung Kota Bengkulu

 

Kaum muslimin, rahimakumullah

Setiap orang pulang dari haji berharap menjadi haji mabrur. Setiap orang pulang haji ingin mendapatkan janji Allah “Haji mabrur tidak mendapatkan balasan kecuali surga.” 

Maka berupayalah ia memperbanyak ibadah; makin banyak salat sunnah. Makin sering berpuasa sunnah, dan makin banyak zikir. Bahkan ada pula yang merubah penampilan bagai para ulama dan para wali.

BACA JUGA:Gubernur Rohidin: Kita Prioritaskan PPPK Lulus Passing Grade untuk Diangkat Sesuai Formasi dan Kebutuhan

 

Mabrur asal katanya adalah al-birru. Al-birr adalah kebaikan yang jauh lebih tinggi nilainya dan berat untuk mengerjakanya dari pada kebaikan-kebaikan yang lain. 

Allah menyebut bahwa al-birru adalah kebaikan yang lahir dari jiwa yang sedia melepas sesuatu yang sangat dicinta untuk kebahagiaan orang lain (Qs 3: 92). 

 

Contoh kongkrit tentang al-birr itu ditunjukkan oleh Allah melalui Qs 59: 9 “...mereka mendahulukan orang lain meskipun mereka memerlukan...”. Sebab turun ayat inilah adalah kerelaan orang-orang Anshar untuk berbagi kekayaan dengan orang-orang Muhajirin. Muhajirin adalah orang-orang Mekah yang hijrah ke Madinah tanpa membawa bekal apapun.

 Anshar lalu membantu mereka dengan membagi separo kekayaan mereka. Rasulullah Saw menolak dan hanya mengizin Anshar memberikan harta mereka kepada Muhajir hanya sekadar menutup kebutuhan. (HR Ibnu al-Munzhir).

BACA JUGA:Aneh, Oknum Wali Murid Ketapel Mata Guru di Rejang Lebong Belum Juga Ditangkap

 

 Orang-orang Anshar tentu mencintai kekayaan mereka. Tetapi dengan al-birr yang telah  tertanam pada jiwa mereka, dengan sukarela mereka berikan harta kekayaan itu kepada orang-orang Muhajirin.

 

Kaum muslimin, rahimakumullah

Indonesia tidak mungkin merdeka bila para pendiri negara ini tidak memiliki al-birr. Para pendiri negara ini adalah orang-orang yang mendahulukan kepentingan orang lain dan mengalahkan kepentingan diri sendiri.

Soekarno dengan titel insinyurnya sangat mudah untuk mendapatkan kehidupan nyaman dan mewah. Untuk kepentingannya sendiri, ia dapat hidup senang.

BACA JUGA:Baru, Jaya Badminton Hadir di Kota Bengkulu, akan Diresmikan Wawali Dedy Wahyudi

 

Demikian pula Mohammad Hatta, Syahrir, dll. Dengan gelar doktorandusnya, Hatta sangat mudah untuk mendapatkan jabatan direktur sebuah perusahaan. Tetapi tidak. Mereka tidak memikirkan dan berbuat untuk kepentingan diri sendiri. 

Sejak menjadi mahasiswa di Bandung, Soekarno telah menghadapi kekuasaan penjajah yang memeras orang banyak. Konsekuensinya ia berhadapan dengan kekuasaan tangan besi dan keluar masuk penjara. 

Demikian pula Hatta, di Belanda ia berhadapan dengan pusat kekuasaan penjajah. Ia juga keluar masuk penjara. 

BACA JUGA:Ini Formasi CPNS dan PPPK Pemprov Bengkulu Berdasarkan Analisa Kebutuhan Pegawai

 

Haji mabrur artinya haji yang banyak melakukan birr. Pak haji atau Bu Haji yang mabrur adalah Pak Haji dan Bu Haji yang telah lepas dari berbagai tuntutan hawa nafsu. Sudah selesai dengan urusan dunia.

Ia lebih banyak mengarahkan perhatian dan kehidupannya untuk orang banyak. Haji mabrur seharusnya sudah berhenti makan ke restoran dan memilih memberi makan orang banyak.

BACA JUGA:Gampang Banget, Begini Cara Membuat Donat Empuk dan Renyah

 

Haji mabrur mestinya tidak berpikir untuk membeli mobil baru karena ia lebih suka melihat lingkungannya bebas dari pengangguran.

Ia berhenti melakukan plesiran untuk bersenang-senang karena ia senang melihat masyarakatnya hidup sehat.

BACA JUGA:Alhamdulillah! Aplikasi Ustadz Kita Mudahkan Umat Cari Pendakwah

 

Pendeknya, mabrur itu mendahulukan kepentingan orang lain dibandingkan kepentingan diri sendiri.

Maka kalau orang sudah haji tetapi suka menyerobot antrean, masihkah ia disebut haji mabrur? Kalau orang minta diistimewakan, masihkah ia disebut haji mabrur? Kalau orang berebutan jabatan, masihkah ia disebut haji mabrur?

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: https://radarbengkulu.disway.id