KHUTBAH IDUL FITRI: Makna Hari Kemenangan Hakiki

H. Henderi Kusmidi-Adam-radarbengkulu
Ma’asyiral muslimin wal muslimat, jama’ah shalat Idul Fitri yang dimuliakan Allah.
Puasa tidak saja ibadah yang memiliki spiritual, tetapi juga ritual keagamaan yang mendidik kepekaan sosial. Sebab, orang yang berpuasa akan merasakan betapa payahnya menahan lapar dan haus selama kurang lebih tiga belas jam dalam kurun waktu satu bulan.
Pengalaman demikian kita akan sadar bahwa seperti inilah nasib saudara-saudara kita yang hidupnya serba kekurangan yang untuk mencari sesuap nasi saja harus memeras keringat di bawah sengatan terik matahari.
Barangkali lapar dan haus kita akan berakhir di waktu maghrib, tetapi saudara kita yang hidup dengan ekonomi sangat rendah boleh jadi merasakan lapar sepanjang hidupnya, bahkan untuk makan esok harinya saja masih bingung harus mencari kemana lagi.
Saat Idul Fitri sudah tiba, sudah seharusnya kita mencapai titik empati sedemikian rupa karena sudah melalui hari-hari berpuasa selama satu bulan.
Namun sayang, kadang kita sendiri justru terlalu larut dalam kegembiraan yang kita sebut sebagai “Hari Kemenangan”. Berasyik-ria menerima THR, memakai baju baru, menikmati hidangan spesial Idul Fitri, berkumpul keluarga dengan sanak saudara yang masih utuh, dan sejumlah momen keceriaan lainnya.
Namun, kita lupa bahwa di hari kemenangan ini boleh jadi banyak saudara yang jangankan menerima THR, pekerjaan dengan gaji tetap saja tidak punya.
Jangankan menikmati menu hidangan yang lezat, untuk makan sehari-hari saja masih harus mengetuk pintu dari satu tetangga ke tetangga yang lain. Mereka sudah tidak memiliki keluarga karena telah tiada di dunia ini atau tertimpa berbagai bencana. Jangankan berkumpul dengan keluarga lengkap, sosok ibu dan ayahnya saja telah tiada.
Nuansa Idul Fitri ini pasti kita membayangkan saat-saat indah dan bahagia kebersamaan kita, berkumpul dan bercengkrama dengan orang-orang yang kita cintai, kita peluk cium tangan kedua orang tua kita dengan rasa haru, kita meminta maaf atas salah dan khilaf kita. Namun semua itu hanyalah masa lalu dan tinggal kenangan saja karena mereka telah tiada dan lebih duluan dipanggil Allah SWT.
Mereka yang tiada hanya butuh kiriman doa tulus dari anak keturunan dan dzurriyat-dzurriyatnya. Mari kita renungi kembali pada momen suci ini. Sudahkah kita merasakan hari kemenangan dengan meraih nilai-nilai kemenangan yang seharusnya.
Kemenangan yang bukan karena kita telah finish melewati jalan terjal Ramadhan, tetapi kemenangan sesungguhnya tidak saja berupa kematangan spiritual, melainkan juga pencapaian kepekaan sosial yang seharusnya diraih.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: