radarbengkuluonline.com - BENGKULU - Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Bengkulu yang beralamatkan di Jl. Mahoni No.12, Padang Jati, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu punya cara sendiri untuk menjaga buku-buku yang sudah menjadi aset perpustakaan. Yaitu, dengan mengeluarkan kebijakan penahanan KTP pemustaka sementara selama masa peminjaman buku. Tapi tidak semua pemustaka dapat menerima kebijakan tersebut.
Salah satunya adalah Mami Fahriza, pemustaka yang rutin datang ke perpustakaan untuk meminjam buku. Dia mengakui agak keberatan dengan kebijakan tersebut. "Menurut saya kebijakan penahanan KTP ini kurang tepat. Karena, data keanggotaan sudah direkam sebelumnya ketika membuat kartu anggota perpustakaan daerah. Saya merasa agak keberatan karena KTP itu diperlukan ketika di luar. Misalnya ada razia yang memerlukan ditunjukkannya KTP, bagaimana? Atau ada hal yang mendadak diperlukannya KTP saat itu. Nah saran saya kepada kepala bidang/pengurus perpustakaan daerah untuk merevisi kebijakan ini. Karena KTP itu penting bagi pengunjung. Jika kebijakan ini dilakukan karena banyak yang tidak mengembalikan buku lantas untuk apa kartu anggota yang berisikan nama, foto, nomor telepon, alamat?" kata Mami Fahriza saat ditemui oleh radarbengkuluonline.com kemarin. Tidak hanya Mami Fahriza saja, Inzoni juga mengungkapkan pendapatnya yang hampir sama mengenai kebijakan penahanan KTP tersebut. "Berkenaan dengan kebijakan penahanan KTP selama peminjaman buku di Perpustakaan Daerah Provinsi Bengkulu memiliki sisi positif dan negatif tersendiri. Dari sisi positif itu dapat meningkatkan tingkat kesadaran untuk menjaga dan mengembalikan buku yang dipinjam. Karena, itu sudah menjadi tanggungjawab bagi peminjam. Karena, saat ini banyak dari peminjam yang bertindak semena-mena. Di sisi lain untuk yang bagian negatifnya adalah karena berkenaan dengan identitas warga negara, dimana dibutuhkan setiap saat. Jadi, jika ada kepentingan lain yang menyangkut dengan KTP tersebut bisa menghambat pemiliknya. Selain itu, KTP ini bersifat sensitif. Karena, menyangkut dengan identitas diri. Semua orang bisa juga menggunakannya sebagai suatu kejahatan jika pihak yang memintanya tidak bertanggung jawab secara penuh," kata Inzoni saat dihubungi secara terpisah kemarin. Bahkan ada pemustaka yang enggan meminjam buku karena tidak nyaman jika KTP milik mereka ditahan. Jadi, dia lebih memilih untuk membaca di perpustakaan saja tanpa membawa buku itu pulang. Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (DKP) Provinsi Bengkulu, H.Meri Sasdi M.Pd melalui Kepala Bidang Deposit, Pengembangan Koleksi, Layanan dan Pelestarian, Hj. Wardaniar S.Sos. M.Pd saat dihubungi radarbengkuluonline.com secara terpisah di ruang kerjanya tadi siang mengatakan bahwa keluhan beberapa pemustaka terkait kebijakan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Bengkulu yang menahan KTP pemustaka itu adalah mungkin karena dia belum memahami maksud sesungguhnya. "Setiap kepala perpustakaan punya kebijakan. Nah, salah satu kebijakan kepala perpustakaan sekarang itu tujuannya untuk mengamankan buku. Banyak pumustaka tidak mengembalikan buku dan terlambat dalam pengembalian buku. KTP kan penting bagi mereka. Tujuan kami menahan KTP selama peminjaman buku bertujuan untuk memotivasi mereka supaya mereka bisa tepat waktu mengembalikan buku yang dipinjam. Jika mereka tepat waktu, maka otomatis KTP mereka juga cepat dikembalikan. Karena, selama ini kita kasih tempo 2 minggu, sudah satu bulan belum juga dikembalikan. Akibatnya, buku banyak yang tidak kembali. Sedangkan buku itu aset dan kami diperiksa. Seandainya banyak buku yang tidak kembali, maka kami yang kena masalah. Karena, buku itu aset. Jadi, salah satu cara untuk mengantisipasi supaya buku itu dikembalikan tepat pada waktunya, yaitu dengan menahan KTP," kata Niar--begitu dia biasa disapa . Beliau juga mengungkapkan alasan mengapa mereka tidak bisa menggunakan kartu anggota Perpustakaan Daerah sebagai jaminan selama pemustaka meminjam buku. "Bahkan ada 1.000 buku yang belum dikembalikan. Kita sudah menghubungi nomor Hpnya, tapi ada nomornya yang sudah tidak aktif lagi. Jika kita mencari, kita keterbatasan waktu, tenaga, anggaran. Apa lagi yang tidak mengembalikan buku itu banyak. Itu kendala kalau kami hanya mengandalkan kartu anggota. Karena, tingkat kesadaran dan kejujuran masyarakat itu masih kurang. Jadi, salah satu cara untuk mengantisipasi supaya tidak bermasalah di kemudian hari. Karena, sekali lagi buku ini aset. Satu buku itu saja sudah aset dan tercatat. Kalau seandainya hilang satu, itu akan kami yang bermasalah. Ini bukan lagi satu, tapi beribu. Dari tahun ke tahun itu menumpuk buku yang idak kembali.'' Salah satu kebijakan yang sudah dilakukan ke universitas, itu ada kartu bebas buku. Tidak semua universitas yang mau bekerja sama seperti itu. Ada Universitas tertentu yang mungkin repot juga kalau itu yang menjadi kendala bagi mereka. Istilahnya, mahasiswanya lulus harus ada kartu bebas buku. ''Sebenarnya, itu hal yang bermanfaat. Kita bekerja sama. Kalau mereka udah ada kartu bebas buku dari perpustakaan provinsi, mereka wisuda. Tapi untuk masyarakat umum dan anak sekolah itu masih susah untuk diterapkan." BACA JUGA: 80 Persen Desa Punya Perpustakaan Sendiri Selain kebijakan penahanan KTP, hal lain yang dikeluhkan pemustaka adalah tata letak buku yang tidak rapi di rak-rak. Jumlah meja dan kursi yang sedikit, hingga ada pemustaka yang tidak kebagian tempat duduk, dan tempat penitipan barang yang sudah banyak tidak memiliki kunci. "Inikan dalam langkah proses. Kita dalam proses menuju Akreditasi A. Kita terus melakukan pembenahan-pembenahan. Nanti in sya Allah 2022 gedung baru kita sudah, sarana-sarana juga akan kita sesuaikan. Kalau akreditasi A ini kan ada standarnya, dan sekarang kita dalam langkah perbaikan. Kalau dilihat sekarang kursi dan mejanya masih sedikit karena masih di gudang. Nanti itu bukan lagi dua tiga, itu nanti akan sampai ke belakang dan juga lantai dua. Lantai dua sebagai ruang referensi. Buku aja masih banyak di gudang karena nggak bisa turun." Di beberapa bagian perpustakaan, lanjutnya, memang saat ini sedang dalam tahap renovasi. Ruang baca di lantai pertama juga sedang direnovasi. Sehingga tempatnya jadi kecil. Karena, space yang dapat digunakan dan tempat yang masih tahap renovasi diberi sekat pembatas. Sebenarnya, bangku dan meja baca bagi pemustaka masih banyak, tapi rak buku banyak memakan tempat hingga space untuk meletakkan bangku dan meja pun terbatas. Jumlah buku di perpustakaan juga bukan maim banyaknya, tapi karena ruang baca masih direnovasi mengakibatkan sebagian buku bertumpuk di lantai sudut ruangan, dan masih banyak juga buku di gudang yang belum bisa dikeluarkan karena keterbatasan tempat. "Kami berharap pemustaka banyak yang datang. Buku ini kan jendela ilmu, dan juga kami akan melakukan inovasi-inovasi pojok baca untuk menjangkau banyak tempat bagi mereka yang tidak sempat untuk datang ke sini," tutup Niar. (Mg-3)Wardaniar : Amankan Aset Perpustakaan dengan KTP
Selasa 23-11-2021,07:57 WIB
Editor : radar
Kategori :