RADAR BENGKULU - Banyak kasus yang terjadi di masyarakat bahwa ada suami atau istri atau anak yang melakukan berbagai tindakan yang dapat dikatagorikan sebagai tindak Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
Tindak KDRT ini sebelumnya tidak diatur oleh pemerintah, karena selama ini materi tersebut merupakan ranah Hukum keluarga, sehingga pemerintah dianggap tidak dapat ikut campur.
Namun seiring dengan makin banyaknya tindak Kekerasan dalam rumah tangga yang dapat digolongkan sebagai tindak pidana, maka kemudian Pemerintah mengesahkan peraturan mengenai hal ini, yaitu Undang-undang nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (selanjutnya disebut UUPKDRT).
BACA JUGA:Korban KDRT di Kabupaten Seluma Bakal Terima Bantuan
Tujuan untuk mencegah terjadinya tindak kekerasan antara seorang suami kepada istri, atau anak, dan sebaliknya. Manusia adalah Zoon Politicon. Pendapat Aristoteles tersebut tercermin dalam setiap tingkah laku manusia yang hidup bersama dengan saling melengkapi satu sama lain dalam mencapai tujuan hidup, yaitu hidup dengan aman, nyaman dan bahagia baik lahir maupun batin.
Untuk mencapai kebahagiaan tersebut maka manusia melakukan berbagai upaya, salah satunya melalui perkawinan. Disampaikan Dosen Fakultas Hukum (FH) Universitas Bengkulu (Unib) Deli Waryenti dan P. Ekowati Suryaningsih, bahwa menurut Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, 2 (selanjutnya disebut UU Perkawinan).
Perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
BACA JUGA:KDRT Oknum Pegawai LPP Dipolisikan Istri
Rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa berarti, bahwa pihak-pihak yang terlibat yaitu suami, istri dan anak-anak yang lahir dari perkawinan tersebut, menjalankan perannya masing-masing dalam rumah tangga dengan penuh kesadaran, saling menghormati dan saling menghargai.
Rumah tangga yang baik adalah Rumah tangga yang setiap anggotanya bekerjasama untuk mewujudkan suasana nyaman, aman dan bahagia dalam rumah tangga tersebut. Namun tidak semua perkawinan berjalan dengan aman, nyaman dan saling menghargai antara anggota keluarga.
Latar belakang lahirnya UUPKDRT adalah karena kewajiban Negara untuk menjamin hak-hak warga negaranya terutama yang berkaitan dengan Hak Asasi Manusia (HAM). Perempuan (istri) dan anak-anak adalah pihak yang seringkali menjadi korban dalam tindak KDRT.
BACA JUGA:Pengobatan Korban KDRT Tidak Bisa Ditanggung BPJS
Hal ini tercantum dalam bagian “menimbang” poin c yang menjelaskan, bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.