Dijelaskan Pangi, lembaga survei tidak akan mungkin bermain dengan data. Karena, sudah sesuai dengan metodologi yang baku. Termasuk pemilihan sampling.
"Semua TPS yang dijadikan sampling punya potensi untuk terpilih sebagai sampel, yang disebut sebagai probability sampling, begitu,” imbuhnya.
Lanjut Pangi menyampaikan, pengambilan sampel juga dilakukan oleh seorang yang ahli, sampel sudah ditentukan sebelum pencoblosan berlangsung. Hal itu ditegaskan Pangi untuk menepis sangkaan sampel quick count hanya di TPS di mana Prabowo-Gibran yang menang.
“Kan ada juga asumsi atau opini itu kita ngambil sampel-sampel yang Prabowo menang, kan ngawur. Padahal sampling itu sudah disiapkan sebelum petugas quick count itu turun di lapangan,” tegasnya.
BACA JUGA:Prabowo-Gibran Menang 52,5 Persen, Ini Bukti Masyarakat Ingin Pilpres 2024 Cukup Sekali Putaran
Lebih lanjut Pangi mengatakan, quick count berupaya untuk menjaga data secara cepat dan akurat. Sementara terkait adanya kecurangan atau tidak itu tidak dapat ditangkap oleh quick count.
Dia mengatakan, pihak yang tidak percaya hasil pemilu ini dapat menggunakan hak konstitusinya untuk melaporkan ke pihak berwenang, tidak hanya menggiring opini yang membahayakan legitimasi hasil pemilu.
BACA JUGA:Efek Besar Maruarar Sirait Demi Kemenangan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024
“Data tetaplah data. Soal kecurangan dan lainnya, itu di luar jangkauan kita. Saya gak ke sana. Tapi intinya quick count itu berupaya untuk menjaga data itu tetap bukan hanya cepat, tetapi akurat dan tidak ada kecurangan," urainya.
Dikatakan Pangi, kecurangan dalam pemilu mungkin bisa saja terjadi, tetapi untuk membuktikannya harus dengan data dan bukti yang kuat.