radarbengkuluonline.id– Jumlah belanja operasional perusahaan batu bara di Provinsi Bengkulu mencapai angka yang fantastis, yakni Rp3,7 hingga Rp4 triliun per tahun.
Angka tersebut meliputi biaya operasional dari hulu hingga hilir, yang jika tidak dibelanjakan di Provinsi Bengkulu, dapat menimbulkan dampak signifikan terhadap perekonomian daerah, khususnya ekonomi mikro.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pertambangan Batubara Bengkulu (APBB) Bengkulu, Sutarman.
BACA JUGA:Untung Besar, Investor Tiongkok Lirik Potensi Batu Bara dan Perikanan Seluma
Menurut Sutarman, angka tersebut tidak termasuk keuntungan yang diperoleh perusahaan, melainkan murni biaya operasional seperti penambangan dan penjualan batubara.
"Cosh ini habis untuk belanja penambangan hingga penjualan, dan semuanya harus dibelanjakan di Bengkulu," ujar Sutarman.
Ia menegaskan, jika belanja operasional sebesar itu tidak dialokasikan di Bengkulu, maka dampaknya terhadap ekonomi mikro akan terasa sangat cepat.
Sutarman mencontohkan bahwa roda ekonomi mikro akan melambat, dan ujungnya akan berdampak pada kenaikan inflasi di provinsi tersebut.
Selain menyoroti belanja operasional perusahaan batubara, Sutarman juga mengungkapkan bahwa saat ini APBB bersama Pelindo dan pihak terkait sedang fokus pada pengerukan alur di Pelabuhan Pulau Baai, Kota Bengkulu.
Pengerukan alur ini dianggap penting untuk menjaga kelancaran aktivitas bongkar muat di pelabuhan, yang juga berpengaruh langsung pada ekonomi daerah.
Sutarman mengingatkan, jika alur pelabuhan tidak segera dikeruk, aktivitas bongkar muat batubara dan komoditas lainnya akan terganggu.
Akibatnya, perusahaan-perusahaan batubara terpaksa harus melakukan bongkar muat di luar Provinsi Bengkulu. Hal ini akan menambah biaya transportasi dan berpotensi menekan perekonomian daerah.