Adapun syukurnya orang khowashul khowash (khususnya khusus), atau orang yang sudah mencapai derajat makrifat yaitu ia merasa sudah tidak membutuhkan untuk mendapatkan nikmat atau tidak bersedih ketika malapetaka datang dari Allah SWT, dikarenakan ia telah begitu dekat dan cintanya kepada Allah SWT.
Imam al-Jarnuzy, Pengarang kitab Ta'limul Muta'allim memberi pencerahan baru tentang pembagian syukur, dimana beliau menjelaskan bahwa bersyukur itu bisa dilakukan dengan 4 (empat) bentuk.
Masing-masing memiliki 2 (dua) sasaran. Yakni bersyukur kepada Allah SWT dan bersyukur kepada manusia, sebagai wasilah pertolongan Allah SWT.
Adapun dimensi bersyukur adalah :
Pertama, As-Syukru bil lisan (bersyukur lewat lisan), dengan banyak berdzikir memuji dan mengagungkan nama Allah SWT, Sang pemberi nikmat yang tiada terhingga dimana saat kita mendapat nikmat dari Allah SWT maka kita mengucapkan "alhamdulillah".
Begitu juga tidak lupa berterimakasih kepada orang yang telah berjasa atau berbuat baik kepada kita. Setiap kali kita ditolong atau menerima aneka kebaikan dari orang lain, maka kita wajib bersyukur kepada mereka dengan mengucapkan minimal kata “terima kasih.”
Kedua, As-Syukru bil jinan/bil-qolbi (bersyukur denganhati).
Hati kita selalu merasa gembira, ridho dan qona'aah (menerima karunia Allah SWT apa adanya), baik besar maupun kecil, bagus atau pun buruknya nikmat, tidak dipersoalkan.
Yang dilihat adalah Sang pemberi nikmat yang maha adil lagi maha bijaksana dalam pembagian rezeki, serta maha mengetahui apa saja yang maslahat buat hamba-hambaNya.
Hati kita harus meyakini bahwa apa saja nikmat yang sampai pada kita hakikatnya semuanya itu berasal dari Allah SWT.
Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surah AnNahal ayat 53 yang artinya : “Segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah.
Kemudian, apabila kamu ditimpa kemudaratan, kepada-Nyalah kamu meminta pertolongan." (Q.S. an-Nahl : 53)