“Potensi TORA meliputi lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) yang masa pakainya telah habis, serta kawasan hutan yang dilepaskan untuk kepentingan masyarakat. Kami juga mengidentifikasi peluang penataan akses seperti pengembangan sektor wisata, UMKM, perkebunan, perikanan, dan produksi makanan,” ungkap Indera.
Pendataan ini, lanjutnya, menjadi fondasi penting untuk mengarahkan pemanfaatan lahan sesuai kebutuhan masyarakat sekaligus mendukung keberlanjutan ekonomi daerah.
Dalam rapat tersebut, Rosjonsyah menggarisbawahi bahwa pemberantasan mafia tanah membutuhkan sinergi lintas sektor. Pemerintah daerah, aparat penegak hukum, hingga masyarakat harus bergerak bersama untuk mengakhiri praktik kejahatan ini.
“Kita tidak bisa bekerja sendiri. Perlu ada kerja sama yang solid antara pemerintah, BPN, dan aparat keamanan untuk memastikan tanah-tanah milik masyarakat benar-benar terlindungi. Ini adalah tanggung jawab kita bersama,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar memahami hak mereka atas tanah serta mewaspadai praktik kejahatan pertanahan.
Dengan langkah-langkah strategis yang telah dirancang, Pemerintah Provinsi Bengkulu optimistis dapat menciptakan tata kelola agraria yang lebih baik. Selain memberikan perlindungan hukum, program ini diharapkan mampu mendorong kesejahteraan masyarakat sekaligus memacu pembangunan daerah.
Melalui GTRA, Bengkulu bertekad menjadi contoh sukses dalam implementasi reforma agraria yang tidak hanya memprioritaskan kepentingan masyarakat, tetapi juga membangun masa depan agraria yang lebih berkeadilan dan berkelanjutan.
“Tahun 2024 menjadi titik awal yang penting. Bersama-sama, kita wujudkan Bengkulu sebagai wilayah yang terbebas dari mafia tanah dan menjadikan agraria sebagai pilar kemajuan,” pungkas Rosjonsyah.