Ossy menambahkan, sepanjang Januari–Agustus 2025, pelayanan pertanahan di Bengkulu mencapai 47.676 layanan. Angka ini naik 13,3% dibanding periode sama tahun 2024.
Tak hanya kepastian hukum, program sertifikasi tanah juga berdampak pada ekonomi daerah. Data Kementerian ATR mencatat, sepanjang 2025 Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertanahan di Bengkulu mencapai Rp 7,6 miliar.
BACA JUGA:Aksi Vandalisme Kembali Marak di Kota Bengkulu
Selain itu, ada Rp 25,5 miliar penerimaan dari Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), Rp11,05 miliar dari PPh, serta perputaran ekonomi lewat hak tanggungan yang mencapai Rp 2,94 triliun.
“Setiap sertifikat membuka peluang. Masyarakat bisa menjadikan tanahnya sebagai jaminan modal usaha, mengembangkan pertanian, atau membangun rumah lebih layak,” terang AHY.
BACA JUGA:Tepati Janji, Pimpinan dan Ketua Fraksi DPRD Provinsi Bengkulu Bawa Aspirasi Massa Aksi ke DPR RI
Wakil Gubernur Bengkulu, Mian menyambut gembira langkah pemerintah pusat. Menurutnya, kedatangan AHY bersama dua wakil menteri sekaligus menjadi sinyal kuat perhatian pemerintah pada Bumi Rafflesia.
“Jarang-jarang kita dapat kunjungan sekaligus dari Menko, Wamen ATR, dan Wamenhub. Ini berkah untuk Bengkulu. Atas nama Pemprov, kami mengucapkan terima kasih. Hari ini, warga mendapat kepastian hukum atas tanah mereka,” ujar Mian.
BACA JUGA:Walikota Bengkulu Hadiri Pembukaan Musyawarah Wilayah LDII
Ia menegaskan, pemerintah daerah siap mendukung percepatan sertifikasi tanah. Bagi Pemprov, semakin banyak tanah bersertifikat berarti semakin kecil peluang konflik agraria yang bisa menghambat pembangunan.
Program PTSL juga dipandang sebagai tameng terhadap sengketa tanah yang kerap muncul di berbagai daerah. Dengan sertifikat elektronik, semua data bisa diakses secara transparan, meminimalisir manipulasi dokumen.
BACA JUGA:Kejar Target 8 Persen, Provinsi Bengkulu Bentuk Tim Percepatan Ekonomi