“Kita ingin masyarakat desa berperan aktif, termasuk UMKM lokal dalam penyediaan bahan pangan. Dengan begitu, manfaat program ini berlapis — menyehatkan anak-anak sekaligus menggerakkan ekonomi desa.”
Menurutnya, keterlibatan petani, peternak, hingga pengrajin makanan rumahan dapat memperkuat ketahanan pangan daerah. “Jadi, yang bergerak bukan hanya dapur sekolah, tapi seluruh ekosistem ekonomi desa,” tambahnya.
Sementara itu, Anyelir Puspa Kemala dari Badan Gizi Nasional menegaskan bahwa esensi dari program MBG bukan hanya memberi makan anak-anak, tetapi memastikan kualitas gizi yang tepat dan merata.
“Program ini tidak berhenti pada membuat anak kenyang. MBG dirancang berbasis sains, dengan mempertimbangkan kebutuhan gizi seimbang untuk mendukung tumbuh kembang optimal,” ungkap Anyelir.
“Kami ingin memastikan tidak ada anak yang belajar dalam keadaan lapar, baik di kota maupun di pelosok desa.”
Ia juga menjelaskan bahwa MBG memiliki empat standar pelaksanaan utama: kecukupan kalori, komposisi gizi seimbang, higienitas, dan keamanan pangan.
Sasaran program ini cukup luas, mencakup anak usia sekolah dari PAUD hingga SMA, santri di pesantren, anak berkebutuhan khusus, hingga kelompok non-peserta didik seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan balita.
Program Makan Bergizi Gratis sejatinya tidak hanya berkaitan dengan kesehatan. Di balik piring makan yang tersaji untuk anak-anak, tersimpan misi besar membangun sumber daya manusia unggul menuju Indonesia Emas 2045.
BACA JUGA:Teruslah Bekarya, Bupati Apresiasi Penampilan Tim Senam Kreasi Seluma