Forum KEE Gugat Negara dan Desak Menteri Kehutanan Bertindak Selamatkan Gajah Seblat
Forum KEE Gugat Negara dan Desak Menteri Kehutanan Bertindak Selamatkan Gajah Seblat-dok RBO-
RADAR BENGKULU –Laju kerusakan hutan di bentang Seblat, habitat terakhir gajah Sumatera di Provinsi Bengkulu, kini mencapai titik mengkhawatirkan. Kawasan hutan yang seharusnya menjadi rumah aman bagi satwa langka itu justru berubah menjadi ladang perambahan besar-besaran.
Forum Kawasan Ekosistem Esensial (KEE) Koridor Gajah Seblat Bengkulu, gabungan 17 lembaga pemerhati lingkungan, menyatakan negara telah lalai menjalankan tanggung jawab konstitusional dalam menjaga kekayaan alam dan keanekaragaman hayati. Mereka melayangkan surat resmi kepada Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni pada Kamis (30/10) dengan empat tuntutan tegas.
“Kerusakan di Bentang Seblat bukan sekadar pelanggaran administratif, ini kejahatan kehutanan yang dibiarkan terjadi bertahun-tahun tanpa tindakan tegas,” ujar Ali Akbar, anggota Forum KEE, Jumat (31/10).
BACA JUGA:Aktivis Lingkungan Hidup Kritik Keras terhadap Status Palsu Perlindungan Gajah Sumatera
Dari hasil analisis citra satelit Sentinel per 28 Oktober 2025, Forum KEE menemukan perambahan masif di kawasan tersebut. Lebih dari 2.000 hektar hutan alam hilang hanya dalam dua tahun terakhir. Aktivitas pembukaan lahan bahkan dilakukan menggunakan alat berat di dua wilayah konsesi perusahaan kehutanan: PT Anugerah Pratama Inspirasi (API) dan PT Bentara Arga Timber (BAT).
“Pembukaan hutan dengan alat berat itu bukan kerja orang kecil. Ada modal besar di baliknya, dan ini masih terus berlangsung,” kata Ali Akbar.
Forum KEE menilai, dua perusahaan tersebut telah gagal total menjaga kawasan yang menjadi tanggung jawabnya. Berdasarkan pantauan lapangan pada 2024, kerusakan di konsesi PT API mencapai 14.183 hektar, terdiri dari semak belukar 6.577 ha, kebun sawit 5.432 ha, dan lahan terbuka 2.173 ha.
Sementara itu, PT BAT mengalami kerusakan hutan seluas 6.862 ha, termasuk kebun sawit dan lahan pertanian di kawasan hutan produksi terbatas Air Ipuh dan Air Teramang.
“Kalau dijumlah, kerusakan di areal PT API saja kini sudah menyentuh 15.768 hektar. Itu bukti tak ada upaya nyata mempertahankan hutan,” tegas Supintri Yohar, anggota Forum KEE lainnya.
Ironisnya, di tengah situasi ini, pemerintah justru tengah menjalankan program konservasi bertajuk “Conserve”—proyek bernilai jutaan dolar yang didukung Global Environment Facility (GEF) dan difasilitasi UNDP. Program ini diluncurkan Kementerian Kehutanan sejak 2023, dengan salah satu fokus utama pada pelestarian gajah Sumatera di Bentang Seblat.
Namun, di lapangan, kondisi berbanding terbalik. Kawanan gajah makin jarang terlihat, konflik manusia-satwa meningkat, dan hutan terus tergerus.
“Kalau program ini benar dijalankan untuk menyelamatkan gajah dan harimau, seharusnya kita lihat hasilnya. Faktanya, gajah makin sulit ditemukan. Artinya, program ini perlu dievaluasi total,” kata Ali Akbar dengan nada keras.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
