Mantan Kepala Biro Umum Provinsi Bengkulu Buang iPhone Ketika KPK OTT
Mantan Kepala Biro Umum Provinsi Bengkulu Alfian, terutama soal hilangnya sebuah iPhone yang sempat dibuang saat OTT KPK-Ist-
RADAR BENGKULU – Suasana ruang sidang di Pengadilan Tipikor Bengkulu pada Rabu, 21 Mei 2025 mendadak tegang. Satu per satu saksi dimintai keterangan secara rinci oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Diantara enam saksi yang dihadirkan dalam sidang lanjutan kasus dugaan pemerasan oleh mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, perhatian tertuju pada mantan Kepala Biro Umum Setda Provinsi Bengkulu, Alfian Martedi.
Majelis Hakim yang diketuai Paisol memimpin jalannya sidang dengan teliti. Dalam sidang tersebut, JPU tampak terus menggiring pertanyaan Mantan Kepala Biro Umum Provinsi Bengkulu Alfian, terutama soal hilangnya sebuah iPhone yang sempat dibuangnya saat Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK terjadi beberapa waktu lalu.
“Benar dulu saudara sempat membuang hape iPhone. Dibuang kemana?” tanya jaksa sambil menatap tajam ke arah saksi.
Alfian mengangguk. Dengan suara datar, ia mengaku membuang ponsel tersebut di wilayah Kabupaten Kepahiang karena merasa ketakutan.
“Saya takut, Pak. Meskipun isinya cuma percakapan biasa. Tidak ada yang rahasia,” jawab Alfian.
Namun jaksa tidak puas dengan jawaban tersebut. Menurut JPU, jika memang tidak ada informasi penting dalam ponsel, tidak seharusnya saksi merasa panik hingga nekat membuang barang bukti.
“Saksi tahu tidak, setelah Pak Rohidin, orang kedua yang paling dicari itu adalah Anda,” tegas JPU.
Tak hanya soal ponsel, jaksa juga menggali peran Alfian dalam pengumpulan dana yang digunakan untuk membantu pemenangan Rohidin Mersyah di Kabupaten Rejang Lebong dan Kepahiang.
Saat dicecar, Alfian menyebut ada delapan orang tim dari Rejang Lebong yang ikut terlibat dalam pengumpulan uang.
Ia mengaku menyumbang sebesar Rp 210 juta, dari total kebutuhan anggaran yang disebut-sebut mencapai Rp 1,5 miliar. Namun uang yang berhasil terkumpul hanya sekitar Rp 1 miliar.
“Saya menyerahkan uang itu secara sukarela. Tidak merasa menyesal ataupun keberatan,” katanya.
Dalam kesaksiannya, Alfian juga membenarkan dirinya meminta bantuan dari kepala cabang dinas dan kepala sekolah untuk membantu membuat baliho kampanye.
“Kalau soal baliho, iya. Tapi kalau minta uang, tidak pernah,” elaknya.
Namun pernyataannya dinilai tidak konsisten oleh JPU. Beberapa kali Alfian terlihat bingung menjawab dan dianggap berubah-ubah dalam memberikan keterangan.
“Saudara ini sudah di bawah sumpah. Jangan sampai memberikan keterangan tidak benar. Kami bisa mengusulkan penuntutan keterangan palsu,” ancam jaksa.
Selain Alfian, saksi lain yang juga menarik perhatian adalah Safnizar, anggota tim dari Rejang Lebong. Ia mengaku ikut menyumbang Rp 210 juta, yang disebutnya berasal dari dana pribadi.
Awalnya ia hanya diminta menyetor Rp 50 juta sesuai kesepakatan tim. Namun belakangan ada permintaan tambahan sebesar Rp 160 juta.
“Saya berikan karena terpaksa. Itu permintaan dari pimpinan,” aku Safnizar dengan suara berat.
Sidang yang berlangsung hampir empat jam itu memperlihatkan pola aliran dana yang cukup masif dalam rangka pemenangan mantan gubernur tersebut.
JPU juga terus menggali dugaan adanya tekanan terhadap bawahannya untuk ikut serta menyumbang dana kampanye.
Kasus ini sendiri menyeret tiga nama besar, yakni mantan Gubernur Bengkulu Rohidin Mersyah, mantan Sekretaris Daerah Isnan Fajri, serta mantan ajudan pribadi Rohidin, Evriansyah alias Anca.
Ketiganya diduga kuat memerintahkan atau memfasilitasi pengumpulan dana dari ASN maupun pihak luar yang berkaitan dengan kepentingan politik Pilkada.
Sidang lanjutan dijadwalkan berlangsung pekan depan dengan agenda mendengarkan keterangan saksi tambahan serta menguatkan alat bukti lain terkait dugaan gratifikasi dan pemerasan yang menyeret para terdakwa.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
