Banner disway

Tak Ada Pilihan Lain, Pemulung Ini Mengharap Secercah Harapan Hidup di Balik TPA Sampah di Air Sebakul

Tak Ada Pilihan Lain, Pemulung Ini Mengharap Secercah Harapan Hidup di Balik TPA Sampah di Air Sebakul

Pemulung Ini Mengharap Secercah Harapan Hidup di Balik TPA Sampah di Sebakul-M Sholihin-radarbengkulu


radarbengkuluonline.id - Di balik tumpukan sampah yang menggunung di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah di Air Sebakul, Kota Bengkulu, tersimpan kisah perjuangan hidup yang mengharukan.

Dua sosok ibu, Yarnida yang berusia 57 tahun dan ibu Yani berusia 56 tahun,yang setiap hari berjuang mencari rezeki di tengah lingkungan yang penuh tantangan.

BACA JUGA:Rindu Hati, Permata Tersembunyi di Pegunungan Bengkulu Tengah



Sejak pukul 4 pagi hingga 5 sore, kedua ibu ini menghabiskan waktu mereka mencari barang-barang yang bisa dijual dari tumpukan sampah. Aktivitas yang telah dilakukan selama bertahun-tahun ini menjadi satu-satunya sumber penghasilan untuk menafkahi keluarga.


Bagi Ibu Yarnida, profesi sebagai pemulung telah dijalani selama 15 tahun. Penghasilan yang diperoleh sangat tidak menentu. Itu berkisar antara Rp 20.000 hingga Rp 50.000 per hari dari penjualan barang rongsokan yang dihargai hanya Rp 1.500 per kilogram.

BACA JUGA:Bupati Bengkulu Utara Tutup Kemumu Suro Festival 2025


"Saya sudah 15 tahun bekerja di sini. Penghasilan tidak pasti. Kadang dapat 50 ribu. Kadang cuma 20 ribu. Itupun sangat sulit didapatkan ,Tapi, ini satu-satunya cara untuk bertahan hidup," ungkap Ibu Yarnida.


Kehidupan Ibu Yarnida semakin berat karena harus merawat suami yang menderita depresi dan telah menjalani pengobatan di Rumah Sakit Jiwa selama 5 tahun. Meskipun anak-anaknya sudah bekeluarga, tanggung jawab sebagai tulang punggung keluarga masih berada di pundaknya.

BACA JUGA:Pantai Lentera Merah Pulau Baai Bengkulu Kini Jadi Primadona Wisata Keluarga


Kondisi kerja yang keras tidak jarang membuatnya jatuh sakit. Pernah beberapa kali Yarnida pingsan karena kepanasan dan jatuh sakit akibat lingkungan kerja yang tidak sehat, namun hal tersebut tidak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja.


Sementara itu, Ibu Yani memiliki motivasi yang tidak kalah berat. Ia masih harus menyekolahkan empat orang anaknya, dengan satu di antaranya masih duduk di bangku SMA, sedangkan tiga lainnya sudah lulus. Profesi sebagai pemulung menjadi satu-satunya cara untuk membiayai pendidikan anak-anaknya.

BACA JUGA:Nikmati Keindahan Pantai Jakat Bengkulu, Kamar Bilas Siap Menunjang Kenyamanan Wisatawan


Meskipun hidup dalam keterbatasan, kedua ibu ini tidak pernah kehilangan harapan. Mereka berharap suatu saat akan ada bantuan dalam bentuk apapun yang dapat meringankan beban hidup mereka.


"Kalau ada bantuan dari pemerintah atau siapa saja, kami sangat senang. Bantuan apapun bentuknya akan sangat membantu," harap Yarnida.

BACA JUGA:Sampah Plastik TPA Air Sebakul Berhasil Diolah menjadi Bahan Bakar Alternatif


Kisah perjuangan Ibu Yarnida dan Ibu Yani menjadi cermin realitas kehidupan masyarakat yang masih berjuang di garis kemiskinan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: