45 Persen Hutan Bengkulu Sudah Dikavling
Genesis: Oknum Merusak Hutan
RBO >>> BENGKULU >>> Genesis Bengkulu mengatakan, hampir 45 persen atau sekitar 410.843 Ha hutan Bengkulu yang berada di bentang bukit barisan telah di kavling oleh oknum yang tidak bertanggungjawab. Apalagi, terkait izin ekstraktif wilayah perkebunan, dan sekitar 53.000 ha hutan Bengkulu di bentang bukit barisan akan dilepas.
"Kami lihat hampir 45 persen bentang alam sudah dikapling, oleh perusahaan pertambangan dan perkebunan, pemanfaatan hutan, geotermal panas bumi dan sebagainya yang menyebabkan timbulnya bencana," ujar Direktur Eksekutif Genesis Bengkulu, Uli Arta Siagian kepada radarbengkuluonline.com, Kamis (28/1).
Diterangkannya, bahwa izin perkebunan kepala sawit yang berada di dalam kawasan hutan, yaitu PT. Agromuko yang beraktivitas di HPK Air Manjunto seluas 1.215 hektar, PT. Alno Agro Utama seluas 232 hektar di kawasan HPT Air Ipuh I dan HPT lebong kandis seluas 236 hektar.
Selain itu, PT. Mitra Puding Mas yang melakukan aktivitas perkebunan hingga kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Seblat seluas 131 hektar, dan ada beberapa aktivitas perkebunan sawit milik perusahaan lainnya yang beraktivitas dalam kawasan hutan.
"Upaya pelepasan kawasan hutan, sebenarnya sudah dilakukan oleh pemerintah Provinsi Bengkulu, yaitu pada 8 Januari 2019 lalu, Gubernur Bengkulu mengirimkan surat usulan pelepasan hutan seluas 53 ribu hektar. Usulan ini, tidak lepas dari rekomendasi yang disampaikan oleh pemerintah setiap kabupaten," terangnya.
Maka dari itu, pihaknya melakukan analisis mendalam terhadap usulan tersebut, dan mengungkapkan bahwa seluas 21.412 hektare atau 40 persen tumpang tindih dengan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Hak Guna Usaha (HGU) Perkebunan kelapa sawit.
Selain itu, seluas 15.000 hektare, atau 28 persen kawasan hutan yang diusulkan sebelumnya pernah dibebani izin usaha pertambangan. Dengan pelepasan lahan tersebut, akan menimbulkan konsekuensi yang besar dari merubah status, merubah bentuk dan menghilangkan fungsi hutan di bentang bukit barisan.
Oleh karena itu, masyarakat jangan pernah berpikir untuk bisa lepas dari bencana alam jika masyarakat sendiri yang tidak bisa menjaga, dan memanfaatkan hutan bukit barisan dengan baik.
"Mengenai bentang bukit Barisan, dampak bencana tidak melihat administrasi, apa yang terjadi di hulu pasti akan dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di hilir karena kita berada diruang lingkup yang sama," ucapnya.
Menurutnya, banjir yang sering terjadi di Bengkulu setiap tahun, merupakan salah satu penanda bahwa ada yang salah dalam fungsi alam, yaitu kontribusi bagaimana masyarakat melakukan pembangunan yang tidak memperhatikan fungsi penting tutupan hutan, kebijakan yang membuka lebar izin-izin untuk merubah kawasan hutan.
"Dampak lain, terkait kavling izin usaha, banyak lubang tambang, perkebunan manakultur, perumahan yang tidak memperhatikan wilayah resapan air itu juga merupakan kontribusi, rusaknya fungsi layanan alam yang ada Daerah Aliran Sungai (DAS) Bengkulu," paparnya.
Sementara itu, Dosen Kehutanan Universitas Bengkulu, Dr. Yasben, menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi dan Kabupaten menyetujui hal tersebut karena adanya dorongan bahwa investasi dapat meningkatkan pendapatan daerah dan nasional.
"Kemudian di tengah tengah permintaan dunia internasional terhadap batu bara terutama dari China, dan India sehingga menjadi komoditi. Bisnis pertambangan tersebut tidak memberikan dampak langsung terhadap daerah, karena sebagian besar uang tersebut tidak tinggal di daerah tetapi lari ke pusat atau kemana perusahaan tersebut berada. Sehingga pergerakan ekonomi tidak terlalu signifikan terhadap daerah," tutupnya.(ach)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: