Istiqomah Dalam Ketaqwaan
Sukran Jayadi, S.Sos.I, M.Pd.I -Adam-
Dari : Masjid Besar Al-Amin Kelurahan Kandang
Oleh : Sukran Jayadi, S.Sos.I, M.Pd.I
Jamaah Jumat yang berbahagia dan Insya Allah dirahmati Allah Swt,
RADARBENGKULUONLINE.COM - Alhamdulillah kita dihari Jumat yang mulia ini dalam keadaan sehat wal ‘afiat. Kita sering mendengarkan keutamaan hari Jumat, kita telah mengetahui banyak dalil keutamaan hari mulia ini.
Diantaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Rasullah Saw bersabda, yang artinya :“Sebaik-baik hari dimana matahari terbit disaat itu adalah hari Jumat.
Pada hari ini Adam diciptakan, hari ketika ia dimasukan ke dalam Surga dan hari ketika ia dikeluarkan dari Surga. Dan hari Kiamat tidak akan terjadi kecuali pada hari Jumat.” (HR. Muslim)
Shalawat beserta salam kita sampaikan kepada Nabi Muhammad Saw, dengan harapan inilah yang kemudian akan menjadi wasilahnya Rasullah untuk memberikan syafa’atnya di yaumil akhir nanti dan akan mendapatkan keberkahan sholawat tersebut dalam kehidupan duania yang fana ini.
Membiasakan diri dalam membaca sholawat kepada Rasullullah Saw merupakan ibadah yang sangat luar biasa bagi seorang muslim. Selain tidak memerlukan waktu yang khusus, bershalawat sangat gampang untuk dilakukan.
Shalawat nabi merupakan sebuah ungkapan, sanjungan serta sebagai bentuk kecintaan dan memuliakan nabi Muhammad Saw. Selain bernilai ibadah, bershalawat juga bentuk ketaatan seorang muslim atas perintah Allah SWT, sebagaimana firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 56 : "Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya."
Jamaah Jumat yang Berbahagia dan In shaa Allah Dirahmati Allah Swt
Sebagai seorang muslim kita harus senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt dimanapun dan dalam kondisi apapun. Meskipun seseorang sudah termasuk orang yang bertaqwa, tentunya tetap saja ada yang harus ditekankan dan diperhatikan agar ketaqwaan dapat dipertahankan dan senantiasa ditingkatkan.
Karena itu, ada keharusan yang mestinya dilakukan oleh orang yang bertaqwa agar istiqomah dengan ketaqwaannya. Allah Swt berfirman dalam Surat Al-Hasyr (59) ayat 18-19 :
Artinya : “Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik.”
Bersdasarkan firman Allah swt di atas, setidaknya ada dua hal yang mestinya dilakukan oleh orang yang telah mencapai predikat taqwa supaya istiqomah dalam ketaqwaannya. Yaitu; Pertama, senantiasa bermuhasabah (introspeksi diri).
Perjalanan hidup yang mengikuti perputaran waktu secara rutin seringkali membuat manusia menjalani kehidupan ini secara rutinitas, sehingga kehilangan makna dan hakekat hidup yang sesungguhnya. Bahkan bisa jadi kesalahan yang dilakukanpun tidak disadarinya, apalagi bila kesalahan itu sudah biasa dilakukan.
Sahabat Nabi yang bernama Umar bin Khattab pernah berpesan kepada kita semua tentang pentingnya bermuhasabah ini. Beliau menyatakan: “Hitung-hitunglah dirimu sebelum kamu dihitung (oleh Allah).”
Menurut Ahmad Yani (ketua Departemen Dakwah PP DMI) dalam melakukan muhasabah bisa dilakukan dengan tiga cara. Yaitu:
1). Muhasabah sebelum bertindak atau berbuat. Yakni memikirkan terlebih dahulu apakah yang hendak dilaksanakan itu sesuai dengan ketentuan Allah dan Rasul-Nya atau tidak. Kalau yang hendak dilaksanakan itu sesuatu yang sesuai dengan ketentuan Islam, maka dia akan terus melaksanakan meskipun hambatan dan tantangannya besar.
Sedang bila tidak sesuai dengan ketentuan, maka dia akan meninggalkannya meskipun menguntungkan secara duniawi. Inilah yang seringkali disebut dengan “berpikir sebelum berbuat”.
Bagi orang yang beriman, dia akan menyesuaikan dirinya dengan apa yang Allah kehendaki, sebagaimana firman Allah: Artinya : “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS At Takwir [81]:29).
2). Muhasabah pada saat melaksanakan sesuatu, dengan selalu mengontrol diri agar tidak menyimpang dari apa yang semestinya dikerjakan dan bagaimana melaksanakannya. Hal ini karena tidak sedikit orang yang sedang melakukan sesuatu menyimpang dari ketentuan yang semestinya. Dalam kaitan ini, muhasabah dapat mencegah kemungkinan terjadinya penyimpangan pada saat melaksanakan sesuatu atau menghentikannya sama sekali.
Dalam soal motivasi muhasabah sangat penting untuk dilakukan, agar niat yang sejak awal sudah betul-betul ikhlas jangan sampai menjadi terkontaminasi hal yang tidak baik. Karena, ada pujian dari orang lain sehingga seseorang menjadi tambah semangat dalam melakukan sesuatu karena mendapat pujian itu. Begitulah seterusnya dalam persoalan pelaksanaan atas sesuatu. Meskipun seseorang telah beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt, mungkin saja mereka digoda oleh syaitan, sehingga ia segera menghentikan penyimpangan yang dilakukannya. Allah swt berfirman: Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa, bila mereka ditimpa was-was dari syaitan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS Al A’raf [7]:201).
3). Muhasabah setelah melakukan sesuatu. Hal ini bertujuan agar kita dapat menemukan kesalahan yang kita lakukan, lalu menyesali dengan bertaubat dan tidak melakukannya lagi pada masa-masa mendatang. Muhasabah setelah melakukan sesuatu merupakan sesuatu yang amat penting. Karena begitu banyak orang yang melakukan kesalahan tapi tidak memahami dan tidak menyadarinya lalu mengulangi kesalahan itu lagi.
Apalagi kalau sesuatu yang dilakukan itu telah menyampaikan kesuksesan. Padahal bisa jadi meskipun telah mencapai keberhasilan, terdapat kekeliruan dalam mencapainya. Manakala seseorang sudah menemukan kesalahan dirinya lalu bertaubat dengan sesungguh hati, maka Allah Swt amat senang kepadanya, melebihi kesenangan seseorang yang menemukan kembali kendaraannya yang hilang di tengah hutan.
Rasulullah Saw bersabda yang artinya: “Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba mukmin yang terjerumus dosa tetapi bertaubat.” (HR. Imam Ahmad).
Dalam hadits lain Rasullah bersabda :“Sesungguhnya Allah lebih suka menerima taubat seorang hamba-Nya, melebihi dari kesenangan seseorang yang menemukan kembali dengan tiba-tiba untanya yang hilang daripadanya di tengah hutan.” (HR. Imam Bukhari dan Muslim).
Jamaah Sidang Jumat yang dimuliakan Allah Swt
Kedua yang mestinya dilaukan orang bertaqwa agar istiqomah dalam ketaqwaannya adalah senantiasa Zikrullah (Ingat dan tidak melupakan Allah). Salah satu ungkapan yang sering kita dengar atau bisa jadi sering kita ucapkan adalah bahwa manusia tidak luput dari salah dan lupa.
Namun ungkapan semacam itu tidak boleh membuat manusia merasa wajar-wajar saja bila melakukan kesalahan dan menjadikan lupa sebagai alasan yang wajar bila tidak melakukan sesuatu yang semestinya dilakukan atau tidak meninggalkan sesuatu yang semestinya ditinggalkan.
BACA JUGA:Resmi, Ini Dia Tarif Jalan TOL Bengkulu -Taba Penanjung, Berlaku 12 Januari 2023
Kita sebagai orang yang bertaqwa hendaknya istiqomah dan senantiasa ingat kepada Allah Swt dimanapun dan dalam kondisi apapun. Dengan harapan Allah akan selalu membimbing kita dalam ketaatan dan memberikan hidayah-Nya dalam beramal dan berbuat kebaikan, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Kahfi ayat 23-24, yang artinya :
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: "Sesungguhnya Aku akan mengerjakan Ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut): "In shaa Allah”. dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan Katakanlah: "Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini".
Dalam kehidupan sehari-hari, kenyataan menunjukkan bahwa begitu banyak manusia yang menjadikan kata lupa sebagai alibi atau alasan bila ia tidak melakukan apa yang semestinya dilakukan dan orang lain yang dirugikanpun tidak bisa mempersoalkannya bahkan terpaksa memakluminya.
Dalam konteks inilah seharusnya seseorang berlaku jujur, sehingga bila ia memang sebenarnya lalai seharusnya mengakui saja kelalaiannya itu.
Orang yang bertaqwa tentunya tidak akan pernah melupakan Allah Swt. dalam kehidupannya. Hal ini dilakukan sebagai upaya agar kita tidak menjadi orang yang munafik. Allah Swt berfirman:
Artinya : “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang mungkar dan melarang berbuat yang makruf dan mereka menggenggamkan tangannya.
Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS At Taubah [9]:67).
Orang-orang munafik dinyatakan memerintahkan yang buruk dan mencegah yang baik karena mereka lupa kepada Allah Swt.
Mereka beranggapan bahwa keburukan yang mereka lakukan itu akan luput dari pengawasan dan perhitungan Allah Swt. Sayyid Qutub dalam tafsirnya menyatakan bahwa orang-orang munafik tidak memperhitungkan kecuali perhitungan manusia dan perhitungan untung rugi di dunia.
Ini semua membuat Allah Swt akan melupakan mereka dalam arti tidak akan memberikan perlindungan dan pertolongan kepada siapa saja yang telah lupa kepada Allah Swt dalam kehidupan di dunia ini.
BACA JUGA:Fantastis, Penghasilan Cristiano Ronaldo Melebih APBD Provinsi Bengkulu
Dengan demikian, lupa kepada Allah Swt amat berbahaya bagi kehidupan manusia karena manusia terus dipengaruhi oleh orang yang demikian untuk melakukan kemaksiatan dan kemunkaran. Karena itu, sifat ini tidak mungkin dimiliki oleh orang yang bertaqwa, maka menjadi orang bertaqwa jangan sampai malah lupa kepada Allah Swt.
Demikian khutbah Jumat kita yang singkat hari ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama. Aamiin.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: