Paten Terpadu, Ini Program Bengkulu Selatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Daging

Paten Terpadu, Ini Program Bengkulu Selatan untuk Pemenuhan Kebutuhan Daging

Pemerintah Daerah foto bersama saat sosialisasi kepada masyarakat terkait program PATEN yang mampu menjadi suplai daging di Bengkulu Selatan-Fahmi-radarbengkulu

RADARBENGKULU - Kepala Bappeda Litbang Kabupaten Bengkulu Selatan, Fikri Aljauhari, S.STP, MM, mengatakan, ketersediaan atau kemampuan  Indonesia menyediakan daging merah secara nasional sangat jauh dari target.

Karena itu, harus mengimpor daging merah dari beberapa negara tetangga. Seperti Australia, Selandia Baru, India, bahkan dari beberapa negara di kawasan benua Eropa.

 

"Oleh karena itu, upaya-upaya melalui inovasi di bidang peternakan sangat dibutuhkan agar kebutuhan daging di masyarakat bisa disuplai mandiri dari dalam negeri.Untuk  Paten Terpadu adalah inovasi yang kita rintis di Bengkulu Selatan untuk mendongkrak produktivitas peternakan,"papar Fikri dalam acara sosialisasi kepada masyarakat terkait program Paten Terpadu yang mampu menjadi suplai daging di Bengkulu Selatan Jumat (24/11).

Apalagi Bengkulu Selatan merupakan penghasil daging. Hampir disetiap desa banyak yang memelihara sapi. Untuk itu, penting untuk merubah pola beternak konvensional di masyarakat, dari pola beternak liar menjadi pola beternak modern yang dikandangkan dengan intensif serta dengan dukungan teknologi peternakan.

 

“Kami sudah sampaikan kepada masyarakat tentang bagaimana cara beternak yang inovatif. Walaupun dengan segala keterbatasan, kami berharap inovasi Paten Terpadu ini dapat dikenal dan diterapkan ke kelompok-kelompok peternak di Kabupaten Bengkulu Selatan,” ungkap Fikri.

Sekretaris Daerah Bengkulu Selatan, Sukarni, S.P., M.Si  mengatakan bahwa Bengkulu Selatan sejatinya memiliki semua potensi di hampir semua sektor. Seperti pertanian, peternakan, perkebunan dan perikanan.

 

“Kalau kita bicara sektor peternakan, sudah sejak dulu masyarakat Bengkulu Selatan menjadikan sektor peternakan menjadi salah satu mata pencaharian mereka, walaupun pola beternaknya dilakukan secara konvensional atau beternak liar. Pola beternak seperti ini sudah tidak relevan diterapkan di masa sekarang. Bahkan yang seharusnya menjadi potensi, justru akan menimbulkan masalah baru apabila kita tidak mau merubah pola beternak kita,” sampai Sukarni.

Masih kata Sukarni bahwa hewan ternak yang dilepasliarkan tanpa pengawasan dapat merusak tanaman pertanian. Mereka mungkin memakan tanaman yang ditanam oleh petani yang dapat mengakibatkan kerugian ekonomi dan pangan.

 

Selain itu, dalam sistem penggembalaan bebas, hewan ternak dapat terinfeksi penyakit dan berpotensi besar menyebarkannya ke hewan lain atau bahkan ke manusia. Ternak liar juga dapat menyebabkan konflik dengan manusia.

Mungkin merusak properti, menciptakan risiko lalu lintas, atau menyebabkan konflik dengan penduduk. Hewan ternak yang dilepasliarkan mungkin mengalami kesulitan mendapatkan sumber pangan dan air yang memadai. Hal ini dapat mempengaruhi kesejahteraan mereka, dengan potensi munculnya masalah kesehatan dan kelaparan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu