Amanah Kepemimpinan

Jumat 09-02-2024,00:15 WIB
Reporter : Adam
Editor : Azmaliar Zaros

 

Bahkan Rasulullah mengingatkan kaum muslimin untuk tidak meminta-minta dan mengejar kepemimpinan sebagaimana pernah dia katakan dalam haditsnya yang artinya:

Abu Sa’id ‘Abdurrahman bin Samurah berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata padaku,

 

“Wahai Abdurrahman bin Samurah, janganlah engkau meminta kekuasaan karena sesungguhnya jika engkau diberi kekuasaan tanpa memintanya, engkau akan ditolong untuk menjalankannya. Namun, jika engkau diberi kekuasaan karena memintanya, engkau akan dibebani dalam menjalankan kekuasaan tersebut.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari no. 7146 dan Muslim no. 1652)

Jika larangan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia ini tidak dilanggar, maka akan menghasilkan kemaslahatan yang sangat besar, baik bagi yang memimpin yaitu pejabat itu sendiri maupun yang dipimpin yaitu rakyat.

 

Karena dia akan selalu mendapat pertolongan dari Rabbul ‘alamin dalam melaksanakan tugasnya. Bentuk pertolongan dari Allah Azza wa Jalla itu bermacam-macam. Misalnya :

Beban yang berat menjadi terasa ringan, hal yang sulit menjadi mudah, kesempitan akan menjadi lapang, teguran, koreksi dan perbaikan dari kesalahan yang dia lakukan, sehingga dia tetap berada di jalan yang benar dalam melaksanakan tugasnya sebagai pemimpin, baik sebagai pemimpin tertinggi, wakil, sebagai menteri, sebagai gubernur dan seterusnya.

 

Dalam Islam, kepemimpinan dan kekuasaan adalah sebuah amanah yang harus dipertangungjawabkan kepada manusia maupun Allah SWT.  Suatu amanah dapat dijalankan dengan baik, jika yang menerima amanah mendapatkannya dengan penuh kesadaran akan tugas dan tanggung jawab.

Hal ini sebagaimana pesan Rasulullah SAW kepada Abu Dzar, "Wahai Abu Dzar, engkau adalah pribadi yang lemah, sedangkan kekuasaan itu adalah amanah, dan kekuasaan itu akan menjadi penyesalan dan kehinaan di hari akhirat, kecuali mereka yang dapat menjalankannya dengan baik.” (HR Muslim).

 

Abu Dzar adalah sahabat yang sangat rajin beribadah, tetapi Rasulullah SAW tidak memberikan apa pun jabatan kepemimpinan kepadanya. Sebab, seorang pemimpin bukankah harus mempunyai keberanian dalam kepemimpinannya.

Sedangkan Abu Dzar walaupun rajin beribadah, tetapi lemah dalam sifat-sifat yang diperlukan bagi seorang pemimpin. Seperti keberanian dan sebagainya. Seorang pemimpin mempunyai syarat yang lebih dari seorang pekerja, pegawai, dan orang biasa.

 

Kategori :