“Untuk sementara, kegiatan terhenti. Namun, kami akan melanjutkannya begitu pemblokiran anggaran dibuka kembali,” kata Syaiful.
Ia memastikan bahwa ganti rugi lahan masyarakat akan dilakukan pada pertengahan 2025, asalkan pemblokiran anggaran dibuka setelah Idul Fitri mendatang.
Proses pengukuran lahan sendiri telah dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bengkulu bersama tim pelaksana.
Sebelumnya, anggaran sebesar Rp 45 miliar telah disiapkan untuk pembebasan lahan. Namun, akibat efisiensi anggaran, dana tersebut dipending dan diperkirakan akan diturunkan secara bertahap.
“Awalnya, hampir Rp 45 miliar disiapkan untuk pembebasan lahan. Namun, karena ada efisiensi, anggaran dipending. Kemungkinan, dana akan diturunkan secara bertahap,” terang Syaiful.
Syaiful menegaskan bahwa pembangunan kolam retensi ini sangat penting untuk mencegah banjir yang kerap melanda wilayah Ratu Agung dan Sungai Serut. Kedua kolam retensi tersebut akan mencakup empat kelurahan dan diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang bagi masalah banjir di Bengkulu.
“Ini adalah proyek penting untuk masyarakat. Kolam retensi akan membantu mengendalikan banjir yang selama ini menjadi masalah serius,” tegasnya.
Masyarakat setempat menyambut baik rencana pembangunan kolam retensi tersebut. Namun, mereka berharap agar proses pembebasan lahan dan ganti rugi dilakukan secara transparan dan adil.