Bacakan Pembelaan: Rohidin Mersyah Bantah Pungli Pilkada, Pertanyakan Tuntutan Rp 39 Miliar
Rohidin Mersyah Bantah Pungli Pilkada, Pertanyakan Tuntutan Rp 39 Miliar-Windi Junius/Ist-radarbengkulu
radarbengkuluonline.id – Suasana ruang sidang Pengadilan Negeri Bengkulu mendadak hening ketika mantan Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah berdiri di hadapan majelis hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa, 12 Agustus 2025.
Dengan suara tenang namun tegas, ia mulai membacakan nota pembelaan atau pleidoi terkait kasus dugaan pemerasan dan gratifikasi yang disebut untuk kepentingan Pilkada 2024.
BACA JUGA:Provinsi Bengkulu Terima Dana Kurang Bayar DBH Lebih dari Rp 131 Miliar
Tidak hanya Rohidin, dua terdakwa lain, mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Bengkulu Isnan Fajri dan mantan ajudan gubernur Evriansyah alias Anca juga menyampaikan pembelaan, baik secara pribadi maupun melalui tim kuasa hukum.
Di awal pembelaannya, Rohidin menyoroti tuntutan JPU yang mewajibkan dirinya membayar uang pengganti Rp 39 miliar. Menurutnya, tuntutan itu tidak berdasar. Karena, uang tersebut bukan berasal dari APBN, APBD, atau dana pemerintah lainnya.
BACA JUGA:Teuku Zulkarnain Dilantik Jadi Wakil Ketua I DPRD Provinsi Bengkulu
“Saya dibebankan uang pengganti Rp 39 miliar, padahal saya tidak menimbulkan kerugian negara. Itu bukan dana negara, melainkan sumbangan sukarela dari kepala OPD, ASN, dan pengusaha untuk Pilkada,” ucapnya.
Ia juga membantah dakwaan pasal pemerasan yang disematkan kepadanya. Berdasarkan keterangan saksi di persidangan, kata Rohidin, tidak pernah ada paksaan terhadap pihak yang memberikan dana. Bahkan, ada kepala OPD yang memilih tidak mendukungnya, dan ia mengaku tidak pernah memarahi mereka.
BACA JUGA:Ini Prioritasnya, RPJMD Provinsi Bengkulu 2025–2030 Disahkan
Mantan gubernur itu pun mempertanyakan penetapan status tersangka yang dilakukan KPK hanya beberapa hari sebelum pencoblosan Pilkada 2024. Ia mengklaim, sebelumnya ada kesepakatan KPK dan Kejaksaan Agung untuk menunda proses hukum calon kepala daerah selama masa Pilkada.
“Setelah saya ditahan, status tersangka diumumkan sampai ke TPS. Petugas KPPS bahkan memberitahu pemilih secara lisan bahwa saya ditahan KPK. Ini seperti sudah terencana, sistematis, dan masif,” ungkapnya.
BACA JUGA:Dinas PUPR Kota Bengkulu Gerak Cepat Atasi Banjir
Rohidin menegaskan bahwa aset-aset yang disita, termasuk rumah, tanah, dan uang Rp7 miliar, berasal dari pendapatan sah selama menjabat gubernur sejak 2016, honor sebagai dosen, serta penghasilan istrinya sebagai Ketua PKK dan Dekranasda. “Aset itu tidak ada kaitannya dengan perkara ini. Saya minta dikembalikan kepada keluarga,” ujarnya.
Meski membantah sejumlah poin tuntutan, ia tetap mengaku siap menerima hukuman sesuai kesalahan yang terbukti. “Saya minta hakim mengadili dengan undang-undang yang tepat, memberikan hukuman sesuai kesalahan, dan membebaskan saya dari tuntutan uang pengganti,” tuturnya.
BACA JUGA:Bersama BKN, Gubernur Helmi Hasan Benahi Manajemen Kepegawaian Provinsi Bengkulu
Isnan Fajri dalam pleidoi-nya mengaku hanya menjalankan perintah atasan saat itu, Rohidin Mersyah. Ia membenarkan bahwa dirinya menjadi ketua tim pemenangan di Bengkulu Selatan, namun menyebut perannya sama seperti para kepala OPD yang dihadirkan sebagai saksi.
“Saya hanya melaksanakan perintah. Jika dinilai sebagai pidana, saya mohon hukuman yang seringan-ringannya,” kata Isnan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
