Banner disway

Kian Menguat, Penolakan Masyarakat Terhadap Tambang Galian C di Kecamatan Penarik

Kian Menguat, Penolakan Masyarakat Terhadap Tambang Galian C di Kecamatan Penarik

Penolakan Tambang Galian C di Sungai Penarik Kian Menguat-Windi Junius-Radar Bengkulu

BACA JUGA:Langgar 2 Perda, Kepala Dinas Sosial Kota Bengkulu Beri Teguran kepada Pengemis Berkostum Robot

 

“Dalam peta Badan Pertanahan Nasional (BPN), Sungai Penarik jelas masuk wilayah Desa Penarik. Jadi, kalau ada izin dikeluarkan lewat desa lain, itu patut dipertanyakan,” tegas Johara.

Ia mengungkapkan, tim dari Dinas ESDM memang pernah meninjau lokasi. Namun, menurutnya, aspek kearifan lokal dan keberadaan makam leluhur sama sekali tidak dipertimbangkan. “Mereka hanya mengecek patok batas galian C. Tidak ada pembahasan serius soal makam dan kebun plasma masyarakat. Akhirnya izin tetap keluar,” katanya dengan nada kecewa.

BACA JUGA: Kembali Terpilih Pimpin MUI Seluma, Nodi Herwansyah M. Pd Minta Dukungan Semua Pihak

 

Johara juga menyayangkan sikap perusahaan. CV Pasopati sebagai pemegang izin dinilai tidak pernah berkomunikasi ataupun meminta persetujuan dengan Desa Penarik. Padahal lokasi tambang berada sangat dekat dengan kebun plasma warga dan area makam leluhur.

Rencana tambang ini menimbulkan keresahan. Warga khawatir, selain mengancam situs budaya, aktivitas galian C akan memperburuk kondisi lingkungan. Sungai Penarik yang selama ini menjadi sumber air bisa tercemar oleh limbah pengerukan, bahkan mengubah pola aliran air yang berpotensi menimbulkan banjir atau kekeringan.

 

“Kalau sungai rusak, kami kehilangan segalanya. Air, kebun, bahkan warisan leluhur. Bagaimana anak cucu kami nanti?” kata seorang tokoh perempuan Desa Penarik.

Kekhawatiran itu bukan tanpa dasar. Di beberapa wilayah Bengkulu, tambang galian C sering meninggalkan lubang menganga dan kerusakan lingkungan yang sulit dipulihkan. Tidak jarang, konflik sosial juga muncul ketika perusahaan dianggap mengabaikan hak-hak masyarakat sekitar.

 

Bagi masyarakat Desa Penarik, Gubernur Bengkulu kini memegang kunci penyelesaian. Mereka menuntut pemerintah provinsi untuk meninjau ulang izin tambang sekaligus menegakkan aturan perlindungan lingkungan dan budaya.

“Jangan sampai kepentingan ekonomi jangka pendek mengorbankan warisan sejarah dan kehidupan masyarakat adat,” tegas Johara.

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: