Meneladani Rasulullah Muhammad SAW

Meneladani Rasulullah Muhammad SAW

Sururi-Adam-radarbengkulu.disway.id

Untuk bisa mengikuti apa yang sudah ditinggalkan oleh Rasulullah, maka harus memahami warisan dari Rasulullah, yaitu Al-Quran dan Sunnah). 

Namun memahami Quran dan hadis tidak cukup hanya lewat teks, tapi juga harus memahami konteks. 

 

Keduanya harus dipahami dan tidak bisa ditinggalkan. Kalau anda melulu melihat teks, maka anda akan terpaku dengan teks dan memutar kembali jarum sejarah ke jaman onta. Kalau anda hanya berpegang pada konteks dan melupakan teks, maka anda akan seperti anak panah yang lepas dari busurnya.

 

Maka sebaik-baik urusan itu yang berada di tengah : memahami teks sesuai konteksnya. Kalau ini yang anda lakukan, maka anda dapat mempertahankan nilai lama yang masih relevan dan terus membuka diri untuk menerima ide dan gagasan baru yang lebih baik. Inilah pegangan para Kiai di pesantren :  Al-Muhafazah ‘aAal Qadimis shalih wal akhzu bil jadidil ashlah. 

Para ulama kita dulu itu tidak literal dan juga tidak liberal. Dengan menguasai qawa’id ushuliyah dan qawa’id fiqhiyah, para ulama kita dulu terlatih untuk bisa “nyetel” dengan pas antara wahyu dan akal; teks dan konteks; Nash dengan budaya; mantuq dan mafhum; azimah dan rukhsah’; serta dalalah dan maqashid.

 

Cara berpikir ‘wasatiyyah’ ini membuat para Kiai tidak kesulitan menempatkan diri dalam perubahan jaman. 

Saya ingin beri contoh : Masih banyak saudara-saudara kita yang 100 % hendak mengikuti setiap tindakan dan perilaku Nabi dari soal cara berpakaian sampai cara makan dan tidur. Tentu tidak keliru kalau mau mengikuti Nabi dalam segala hal, namun menjadi tidak baik ketika mereka menganggap dirinya yang paling benar serta menganggap orang lain salah.

 

Syekh Mahmud Syaltout (mantan Grand Syekh al-Azhar) kemudian menjelaskan bahwa prilaku dan tindakan Nabi itu ada yang bersifat kemanusiaan belaka dan karenanya tidak memiliki konsekuensi hukum; dan ada yang memang dilakukan Muhammad sebagai seorang Nabi yang karenanya memiliki konsekuensi hukum. Dengan kata lain, harus dibedakan antara sunnah ghairu tasyri’iyyah dan sunnah tasyri’iyyah.(*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: https://radarbengkulu.disway.id