Menipisnya Budaya Malu

Hanafi, S.Sos.I-Adam-radarbengkulu
Dalam sebuah riwayat, Salman Al-Farisi berkata yang artinya :
“Sungguh jika Allah berkehendak untuk membinasakan seseorang, maka akan Allah hilangkan rasa malu dari diri orang tersebut. Jika rasa malu sudah tercabut dari dirinya, maka tidaklah kau jumpai orang tersebut melainkan orang yang sangat Allah murkai. Setelah itu akan hilang sifat amanah dari diri orang tersebut. Jika dia sudah tidak lagi memiliki amanah, maka dia akan menjadi orang yang suka berkhianat dan dikhianati. Setelah itu sifat kasih sayang akan dicabut darinya. Jika rasa kasih sayang telah dicabut, maka dia akan menjadi orang yang terkutuk. Sesudah itu, ikatan Islam akan dicabut darinya.”
2. Malu kepada sesama manusia
Sifat malu yang ke-2 (dua) adalah malu kepada sesama manusia. Jika seseorang memiliki rasa malu kepada manusia, maka ia akan menjaga pandangan dan perbuatannya. Senantiasa membentengi diri, dan memikirkan akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya.
Karena boleh jadi, akibat dari perbuatannya, bukan hanya mempermalukan dirinya sendiri, tapi juga akan berdampak kepada keluarganya, saudara-saudaranya, orang tua atau anaknya, istri atau suaminya, dan masyarakat lingkungannya.
Seorang ahli hikmah pernah ditanya tentang orang fasik. Beliau menjawab, “Yaitu orang yang tidak menjaga pandangannya, suka mengintip aurat tetangganya dari balik pintu rumahnya.”
Orang yang punya rasa malu kepada manusia tidak akan berani melakukan dosa di hadapan orang lain. Jangankan dosa, melakukan kebiasaan jeleknya saja, dia malu jika ada orang yang melihatnya.
Termasuk bagian dari malu kepada manusia adalah mengutamakan orang yang lebih mulia darinya. Menghargai ulama dan orang saleh. Memuliakan orang tua dan guru.
Merendahkan diri di hadapan mereka. Orang yang masih punya rasa malu kepada orang lain akan dihargai dan disegani. Masyarakat mau mendengarkan pendapat dan nasihatnya.
3. Malu kepada diri sendiri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: radarbengkulu