BKSDA Bengkulu Warning Perambahan Kawasan Hutan Cagar Alam Danau Dusun Besar

BKSDA Bengkulu Warning Perambahan Kawasan Hutan Cagar Alam Danau Dusun Besar

Diskusi tentang Polemik perambahan cagar alam di kawasan hutan danau dusun besar kota Bengkulu -Windi-



RADAR BENGKULU - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu memberikan peringatan serius kepada para perambah kawasan hutan Cagar Alam Danau Dusun Besar, yang memiliki luas mencapai 577 hektare di Kota Bengkulu.

Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu, Said Jauhar, menegaskan bahwa setiap upaya perambahan baru di kawasan ini akan ditindaklanjuti sesuai dengan aturan yang berlaku.

BACA JUGA:Wisata Cagar Alam Morowali Sulawesi Tengah Surganya Para Peneliti dan Wisatawan

Penetapan luas Kawasan Cagar Alam Danau Dusun Besar sebesar 577 hektare telah ditegaskan Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Bengkulu Said Jauhar, Said Jauhar menekankan bahwa pembukaan lahan baru tidak akan dibenarkan, dan tindakan semacam itu akan dianggap sebagai pelanggaran hukum, terutama jika dilakukan setelah tanggal 2 November 2020.

"Dalam rapat bersama Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu pada Selasa, 19 Desember 2023, kami kembali menegaskan bahwa pembukaan lahan baru di kawasan ini tidak dibenarkan, dan setiap tindakan perambahan akan ditindak sesuai hukum," ungkap Said usai

BACA JUGA:Disebut sebagai Cagar Budaya, Ini Sejarah dari Tugu Thomas Parr

Aturan Penyelesaian Usaha dan Kegiatan dalam Kawasan. Dalam konteks penegakan hukum terhadap perambahan kawasan, Said Jauhar menjelaskan bahwa aturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) nomor 14 tahun 2023 tentang penyelesaian usaha dan/kegiatan dalam kawasan akan menjadi pedoman.

Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa ketelanjuran dapat diakomodir dalam bentuk perhutanan sosial dengan syarat telah lebih dari 5 tahun secara berturun-turun.

"Kami akan memeriksa data untuk melihat apakah ada masyarakat yang telah menggarap tanah tersebut sejak lebih dari 5 tahun secara berturut-turun. Namun, pembukaan lahan baru tidak akan kami toleransi," tegas Said Jauhar.

BACA JUGA:Pemprov dan DPRD Mendukung UINFAS Membangun Bumi Perkemahan Terbesar di Bengkulu

Sementara itu, dalam rapat dengan Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Ketua Komisi, Dempo Xler, S.IPM.AP, menyampaikan hasil dari pertemuan dengan masyarakat yang telah terlanjur menggarap lahan di kawasan tersebut. Dempo menyatakan bahwa masyarakat diperbolehkan memanen sawit miliknya dengan catatan tidak membuka lahan baru dan tidak merusak Cagar Alam.

"Hasil rapat kami membuatkan berita acara, dan BKSDA tidak melarang warga memanen sawit miliknya dengan catatan tidak membuka lahan baru dan tidak merusak Cagar Alam," jelas Dempo.

Menyadari kompleksitas permasalahan, Dempo menyampaikan bahwa untuk jangka panjang, Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu bersama masyarakat akan memperjuangkan agar lahan yang sudah digarap bisa menjadi milik warga. Namun, Dempo juga menyadari bahwa proses ini akan memakan waktu yang cukup lama.

"Ini kan butuh waktu lama, jadi untuk solusi jangka pendek, warga tetap dibolehkan memanfaatkan tanaman yang sudah ditanami sembari pendataan untuk diurus persil," ujarnya.

Salin itu salah satu warga, Iswandi, yang menggarap lahan sejak tahun 1970 secara turun temurun, mengekspresikan keprihatinannya. Iswandi mengklaim bahwa tanah tersebut sudah dimiliki oleh orangtuanya dengan hak milik dan Surat Keterangan Tanah (SKT). Namun, BKSDA menyatakan bahwa lahan tersebut masuk dalam kategori Cagar Alam.

"Dasar yang orangtua kami miliki ada hak milik dan SKT, tetapi sekarang diklaim BKSDA masuk Cagar Alam padahal kami sudah di sana dari tahun 1970," ujar Iswandi dengan nada kekecewaan.

Hal ini disampaikan dal Rapat bersama, yang dipimpin oleh Ketua Komisi I DPRD Provinsi Bengkulu, Dempo Xler, S.IPM.AP, melibatkan perwakilan Pemprov Bengkulu, perwakilan BKSDA Bengkulu, BPN Kota Bengkulu, dan masyarakat penggarap.

Tantangan penyelesaian masalah ini masih panjang, dan perlu kerja sama antara pemerintah daerah, lembaga konservasi, dan masyarakat untuk mencapai solusi yang adil dan berkelanjutan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: