Bekal Ketakwaan Dalam Menunaikan Ibadah Haji

Bekal Ketakwaan Dalam Menunaikan Ibadah Haji

Drs. H. Alwi Hasbullah-Adam-radarbengkulu

Mendengar pertanyaan Zainal Abidin yang bertubi-tubi itu al-Syibli diam seribu bahasa, ia hanya berkata, "Tidak". Mendengar jawaban al-Syibli itu, Zainal Abidin lalu berkata, “Wahai kawan, Engkau belum pergi ke miqat, belum berihram, belum thawaf, belum sa'i, belum wukuf, belum ke Muna, dan belum melempar jumrah."

Mendengar itu, al-Syibli menangis, karena pertanyaan yang diajukan Zainal Abidin bukan saja benar, melainkan telah menghunjam di hatinya, hingga ia sadar bahwa ibadah hajinya baru kulit. Belum isi, baru lahiriah belum yang esensi.

 

Kisah ini dapat menjadi cermin untuk kita semua, baik yang sudah pernah haji maupun untuk yang sedang melaksanakan haji, sehingga bisa lebih berhati-hati.

 

Ibnu Rajab Hambali pernah mengatakan

1. Siapa yang belum sanggup melakukan wukuf di Arafah, hendaklah ia wukuf (berhenti) pada batas-batas larangan Allah SWT.

2. Siapa yang belum bisa untuk bermalam di Muzdalifah, hendaklah ia bermalam dalam ketaatan kepada Allah.

 

3. Siapa yang belum sanggup untuk menyembelih hadyunya di Mina, hendaklah ia sembelih hawa nafsunya untuk mencapai yang dicita-citakannya.

4. Dan siapa yang belum sanggup untuk pergi ke Baitullah karena posisinya yang jauh, maka hendaklah ia langsung menemui Allah SWT yang selamanya tidak akan pernah menjauh.

 

Dari uraian di atas dapat saya simpulkan bahwa sesungguhnya bekal ketakwaan sangat penting dan menentukan terhadap kesempurnaan ibadah haji yang ingin meraih haji mabrur.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu