Dengan demikian, selaku orang beriman, bahwa setiap yang berlaku dalam kehidupan, tidak berlepas dari Yang Maha Rahman. Karena tidak mungkin sesuatu terjadi, kecuali Allah yang menghendaki. Karena Takdir Allah tidak salah, melainkan kita yang salah dengan penerimaannya.
Boleh jadi sesuatu yang ditimpakan tak baik menurut kita, tapi ternyata baik di mata Allah. Begitupulah boleh jadi yang baik menurut kita, ternyata tidak baik menurut Allah.
Allah menegaskan dalam QS. Al-Baqarah: 216 yang artinya: “Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Jamaah kaum muslim yang berbahagia
Kedua, Berkurban di dunia untuk kehidupan akhirat. Tidak jarang manusia begitu luar biasa untuk menguasai dunia, mati-matian untuk mendapatkan dunia, tapi setengah hati bahkan abai untuk akhiratnya. Tidak sedikit manusia berjuang untuk hidup enak, tapi jarang berjuang bagaimana mana nanti matipun enak.
Kalaulah berharap dunia ini memberikan kebahagiaan, mengapa tidak berharap di akhirat juga bertabur kebaikan. Kalau berkurban untuk dunia mudah, mengapa ketika berkurban untuk kebaikan di akhirat malah ogah.
Ketika diminta sedekah susah, ditanya zakat harta malah marah. Ketika merokok tiap hari bisa, jika dikalkulasi setahun bisa lebih dari 5 juta, lalu menjadi peserta kurban kenapa tidak pernah?
Ingatlah, bukankah setiap yang berkaitan dengan kehidupan dunia, pasti sifatnya sementara. Sebaliknya, kehidupan diakhirat, maka berlaku hukum selamanya. Lalu mengapa kita masih terjebak untuk mendapatkan kesuksesan sementara dan melupakan kesuksesan selamanya? Bukankah dunia ini sebentar saja. Sakit sehatnya, sempit lapangnya, pendek panjangnya, tebal tipisnya, hitam putihnya, tua mudanya? Bahkan kehidupan dunia dengan segala isinya adalah fana, hanya Allah yang kekal selamanya.
Allah berfirman dalam QS. Al-Rahman: 26-27 yang artinya: “Semua yang ada di bumi itu akan sirna. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.”
Bahwa ibadah kurban merupakan warisan dari napak tilas dan sejarah penting Nabi Ibrahim AS dan Nabi Ismail AS. Ibadah kurban mengandung unsur kepasrahan dan ketundukan seorang hamba kepada Tuhan seraya dilanjutkan dalam bentuk penguatan relasi kemanusiaan.