Luluh lantak hati Ibrahim mendengar perintah itu. Bagi seorang suami, berpisah dengan istri adalah pengurbanan. Bagi seorang ayah berpisah dari anak yang kedatangannya sudah berpuluh tahun diharapkan adalah satu penyiksaan. Namun Ibrahim adalah Rasul dan manusia pilihan. Baginya perintah Allah adalah segala-galanya.
Jika Allah yang memerintahkan, apapun yang terjadi perintah harus dilaksanakan. Bumi boleh hancur, langit biar runtuh, namun perintah Allah harus tetap dipikul di atas bahu, dijinjing dengan tangan dan digigit dengan gigi geraham.
Masih adakah orang yang seperti Ibrahim saat ini? yang rela mengurbankan kebahagiaannya demi melaksanakan perintah Allah SWT ? Walaupun perintah itu menyakitkan, namun hatinya tetap kokoh. Sebab, dia yakin perintah Allah itu pasti baik untuk dirinya.
Selanjutnya Allah SWT berfirman :
Ketika anak itu sudah beranjak remaja, Ibrahim berkata wahai anak belahan jiwaku, ayah bermimpi kalau Allah menyuruhku untuk menyembelihmu, bagaimana pendapatmu ?
Perintah penyembelihan itu disampaikan Allah melalui mimpi Menurut Ibnu Abbas, mimpi seorang Rasul adalah wahyu. Berbeda dengan mimpi manusia biasa. Sebab para Rasul ketika tertidur hanya matanya yang terpejam, namun hatinya tetap terbangun.
Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar Walillahilhamd
Hadirin dan hadirat Jamaah Shalat Idul Adha yang berbahagia…
Di mana ada cobaan yang lebih dahsyat dari perintah untuk menyembelih anak kandung sendiri, darah daging sendiri. Namun sebagai seorang hamba Allah Ibrahim sadar, bahwa anak, harta bahkan jiwanya sendiri itu milik Allah.
Jika Allah menghendaki anak itu untuk dikorbankan, mengapa harus ragu, mengapa harus bimbang ? Ibrahim rela menyembelih anak kandungnya sendiri. Ini sikap pemimpin yang sejati.
Ibrahim adalah pemimpin bagi keluarganya, pemimpin bagi umatnya. Dan Ibrahim telah menunjukkan kepada kita bahwa hakikat dari kepemimpinan itu adalah amanah, perjuangan dan pengorbanan.. Aspek ini yang sekarang sudah dilupakan.
Banyak orang yang menganggap kepemimpinan dan jabatan merupakan kesempatan dan kekuasaan. Sehingga jika di zaman Rasul dan para sahabat saling menolak untuk diberi jabatan, maka hari ini orang justru bersaing, bertanding dan berebut untuk mendapatkan jabatan dan kepemimpinan tersebut.