Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim AS

Senin 17-06-2024,20:38 WIB
Reporter : Adam
Editor : Azmaliar Zaros

Hadirin dan hadirat Jamaah yang berbahagia…Lalu bagaimana pula sikap Siti Hajar ketika mendengar suaminya akan menyembelih anak yang dicintainya. Anak yang berada dalam tubuhnya selama sembilan bulan. Anak yang disusuinya selama dua tahun. Anak yang dibesarkannya dengan peluh dan air mata.

Selaku ibu, hancur hati Siti hajar saat itu. Namun dia juga sadar anak itu tidak lebih dari amanah dan titipan Allah kepada mereka. Maka dengan tegar dan tabah, Siti Hajar merelakan anaknya disembelih oleh suaminya sendiri.

 

Siti Hajar adalah seorang ibu, yang hati nuraninya sama dengan ibu-ibu yang lain. Namun Siti Hajar menyadari kalau dirinya juga hamba Allah dan istri dari seorang suami yang bernama Ibrahim. Maka fungsi istri adalah membantu suaminya dalam melakukan ketaatan kepada Allah, bukan menjauhkan suami dari agama Allah.

Sikap hidup Hajar inilah  yang harus ditiru oleh para istri hari ini. Pengurbanan mereka adalah membantu suami agar tetap istikomah dalam ketaatan. Mendidik anak agar menjadi anak yang soleh. Sebab, baik atau buruknya  satu keluarga, bahkan satu negara besar sekali peranan para ibu di sana. 

 

Ini yang dikatakan oleh Rasul : Dunia ini adalah perhiasan dan sebaik baik perhiasan yang ada di dunia ini adalah wanita yang solehah. Bahkan ada ungkapan lain yang sangat menjunjung tinggi peranan wanita di dalam masyarakat. Yaitu : Wanita itu adalah tiangnya negara. Artinya, rubuh tegaknya suatu negara tergantung pada wanitanya. Jika wanitanya baik, maka baiklah negara, apabila wanitanya buruk, maka hancurlah negara. Maka pada hakikatnya amanah dan pengurbanan ibu-ibu tidak ringan. Sebab, di tangan ibu-ibulah masa depan negara ini.

Apabila Ibrahim AS rela menyembelih anaknya karena Allah, Siti hajar rela mengurbankan anak yang dilahirkan dan dibesarkannya karena mengikuti perintah Allah. Sementara Ismail rela menjadi kurban juga untuk melakukan perintah Allah. Maka, sudah saatnya kita bertanya. Apa yang sudah kita lakukan dan kurbankan pada saat ini untuk menegakkan agama Allah.

 

Akhirnya, mari kita hidupkan kembali nilai-nilai dan hikmah kurban dalam kehidupan sehari-hari, apapun profesi dan posisi kita. Orang tua harus berkurban dengan mendidik anak-anak agar menjadi generasi yang soleh. 

Para pemuda harus berkurban dengan menjauhkan diri dari semua perbuatan dan aktivitas yang dapat merusak jiwa, raga dan masa depan. Para pedagang harus berkorban dengan bersikap jujur dalam perniagaaannya. Pemimpin juga harus berkorban dengan mendahulukan kepentingan rakyat dan masyarakat dari kepentingan pribadi dan golongan.

 

Inilah hakikat dari pengurbanan itu. Dimana setiap kita punya peranan untuk menyumbangkan tenaga dan segenap usaha demi memperjuangkan Islam dan umat Islam serta kejayaan agama Allah masa kini dan akan datang.

 

Kategori :