radarbengkuluonline.id - Bawaslu Provinsi Bengkulu Meneruskan laporan ke Kemendagri terhadap dugaan pelanggaran Netralitas kades di Pilgub Bengkulu 2024.
Bawaslu Provinsi Bengkulu menyatakan bahwa laporan dugaan pelanggaran netralitas kades yang diterimanya itu telah memenuhi syarat formil dan materil dengan disertakan alat bukti yang langkap.
Dijelaskan bahwa stelah Bawaslu Provinsi Bengkulu menerima laporan dari masyarakat adanya dugaan sejumlah kepala desa yang tidak netral pada Pilgub Bengkulu 2024, dengan mendatangi kegiatan salah satu calon serta melakukan deklarasi dukungan.
BACA JUGA:Ingat Ya, ASN dan Kades Jangan Terlibat Pilkada Secara Langsung
BACA JUGA:Gemawasbi Laporkan Kades ke Bawaslu Provinsi Bengkulu, Siapkan 5 Bukti
Sehingga demikian, Bawaslu Provinsi Bengkulu meneruskan kasus tersebut ke Kementerian Dalam Negeri serta Gubernur Bengkulu dan Bupati yang bersangkutan.
“Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa laporan mengenai ketidaknetralan kepala desa yang disampaikan oleh Deno telah memenuhi syarat formil dan materil. Selain itu, bukti-bukti yang dilampirkan sudah lengkap. Oleh karena itu, kasus ini diteruskan ke Dirjen Bina Desa dan Dirjen Otonomi Daerah, serta kepada Gubernur dan Bupati yang bersangkutan,” jelas Anggota Bawaslu Provinsi Bengkulu, Eko Sugianto.
BACA JUGA:Bawaslu Benteng Bakal Telusuri Keterlibatan Kades di Pilkada Serentak 2024
BACA JUGA:Untuk Pilkada Kaur 2024 Tertib dan Aman, Polres Kaur Gelar Acara Doa Bersama
Eko menambahkan, setelah kasus ini diteruskan kepada instansi yang berwenang, maka instansi tersebut yang akan menentukan sanksi terhadap para kepala desa yang terlibat.
Bawaslu sendiri tidak memberikan sanksi lebih lanjut karena kasus tersebut terjadi sebelum masa kampanye resmi dan penetapan calon gubernur serta wakil gubernur.
“Berdasarkan kajian kami, insiden ini terjadi sebelum masa kampanye dan penetapan calon gubernur. Oleh sebab itu, kami mengacu pada Surat Edaran Bawaslu Nomor 92, yang menyatakan bahwa Bawaslu hanya bertugas untuk meneruskan indikasi ketidaknetralan kepada instansi berwenang. Dalam hal ini pemerintah daerah dan Kementerian Dalam Negeri yang memiliki kewenangan memberikan sanksi,” tutur Eko.
Menurut Eko, kepala desa berada di bawah kewenangan bupati, karena mereka diangkat dan di-SK-kan oleh bupati.
Oleh karena itu, sanksi atas ketidaknetralan kepala desa akan diputuskan oleh pemerintah daerah dengan persetujuan dari Dirjen Bina Desa dan Dirjen Otonomi Daerah di Kementerian Dalam Negeri melalui Gubernur Bengkulu.
“Institusi-institusi ini yang memiliki kewenangan penuh untuk memproses laporan ketidaknetralan kepala desa yang sudah kami terima. Kami hanya berperan sebagai pihak yang menerima laporan dan meneruskannya kepada pihak yang berwenang,” jelasnya lebih lanjut.