Untuk diketahui, sektor pariwisata Bengkulu yang baru saja mulai menunjukkan tren positif kini terancam oleh perilaku oknum pelaku wisata yang tidak profesional.
Dalam kurun waktu satu minggu terakhir, dua insiden memalukan di objek wisata unggulan menjadi perbincangan hangat di media sosial dan mencoreng citra daerah.
Belum reda kekecewaan publik terkait laporan tarif sewa pondok di Pantai Panjang yang mencapai Rp 1 juta, sebuah fenomena “getok harga” yang dinilai mencekik wisatawan, kini muncul lagi aksi tak senonoh di Pantai Jakat.
Seorang oknum pedagang/penyedia jasa berinisial Y menjadi viral setelah melakukan aksi pamer bagian tubuh (bokong) sebagai bentuk protes atau emosi dalam sebuah perselisihan komunikasi dengan pengunjung.
Rentetan kejadian ini menunjukkan masih rendahnya pemahaman mengenai prinsip-prinsip Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di kalangan masyarakat lokal.
Berbeda dengan daerah wisata mapan seperti Bali, di mana masyarakat sangat menjaga kenyamanan tamu sebagai urat nadi ekonomi.
Kejadian di Pantai Jakat yang kini masuk For Your Page (FYP) di TikTok dan berbagai platform media sosial lainnya, memberikan dampak negatif instan.
Netizen menyayangkan betapa masalah yang awalnya hanya miskomunikasi bisa berujung pada tindakan yang tidak etis dan memalukan nama baik Bengkulu secara nasional.
Jika perilaku “premanisme” dan tindakan tak terpuji ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin wisata Bengkulu akan kembali sepi karena kehilangan kepercayaan dari wisatawan. Pariwisata bukan hanya soal keindahan alam, melainkan soal rasa aman dan kenyamanan yang diberikan oleh tuan rumah.