Meneladani Sikap dan Karakter Nabi Muhammad SAW
Sukran Jayadi, S.Sos.I, M.Pd.I-Adam-radarbengkulu
Nabi Muhammad Saw dari sisi ketaatannya kepada hukum dan ketetapan Allah SWT tidak perlu kita ragukan lagi. Karena beliau senantiasa melaksanakan apa yang ditetapkan Allah SWT meski tidak sesuai dengan perasaannya.
Misalnya ketika Zainab binti Jahsin dilamar oleh Nabi untuk dijodohkan dengan Zaid Bin Haritsah, Zainab merasa keberatan, lalu turun firman Allah SWT dalam surah Al-Ahzab ayat 36 yang membuatnya harus menerima : '' Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.'' (QS Al Ahzab : 36).
Begitu juga ketika terjadi perceraian antara Zaid dengan Zainab dan habis masa iddahnya, maka Allah SWT memerintahkan Nabi untuk menikah dengan Zainab, perasaan beliau begitu berat, karena Zaid itu anak angkatnya yang sangat dekat hubungannya, apalagi banyak orang mengatakan bahwa anak angkat itu sama dengan anak kandung dan Zaidpun pernah dipanggil oleh banyak orang dengan Zaid bin Muhammad, maka hal itu tidak dibolehkan dengan turunnya firman Allah SWT:
''Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu. Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.'' (QS Al Ahzab : 5)
Nabi Muhammad Saw tetap harus melaksanakan perintah Allah tersebut meski berat untuk dilakukan. Maka diperintahkan Zaid untuk melamar bekas istrinya itu untuk beliau. Bagi Zaid, inipun membuat perasaannya tidak enak, sebab bagaimana mungkin harus melamar bekas istrinya untuk orang lain?. Tapi, Rasul justru ingin memberi pelajaran bahwa perceraian itu yang putus cuma ikatan suami istri, ikatan sesama mukmin, sesama sahabat dan sesama keluarga tidaklah putus. Karenanya hukum harus menjadi panglima, perasaan harus mengikuti hukum, bukan hukum yang harus mengikuti perasaan.
Untuk menambah keyakinan bahwa tidak ada salahnya menikah dengan janda dari anak angkat, Allah SWT menegaskan bahwa Zaid itu bukan anak kandung, dia tetaplah orang lain, sedangkan apa yang diperintah Allah SWT ini merupakan tugas sebagai seorang Nabi dan Rasul untuk menjadi penegak dalam hukum yang diturunkan Allah SWT, dan Allah SWT telah berfirman yang artinya:
'' Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.''(QS Al Ahzab : 40).
Maka dari itu hadirin, setiap kita harus menjadikan hukum Allah SWT sebagai panglima, sehingga hawa nafsu kita mengikuti hukum dan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw, bukan hukum dan ajaran yang harus menyesuaikan dengan hawa nafsu kita.
Kaum muslimin jamaah Jumat yang berbahagia
3. Sikap dan Karakter Nabi Muhammad Saw yang dapat kita teladani adalah komitmennya yang kuat pada keluarga
Walaupun Nabi Muhammad Saw memiliki tingkat kesibukan yang luar biasa, baik sebagai Nabi dan Rasul serta juga sebagai pemimpin bangsa atau kepala Negara, namun perhatiannya terhadap keluarga tetap menjadi sekala prioritas sebagai kepala keluarga dalam hidupnya. Seperti perhatian yang di berikan kepada istri-istrinya, kepada anak, cucu dan keluarga besar lainnya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
