Demikian pula ketika beliau mengurbankan putranya Ismail AS, sebagaimana dijelaskan dalam surah As-Shoffat : 102 yang artinya:
“...Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka pikirkanlah apa pendapatmu ? Ismail menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. In shaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.”
Nabi Ibrahim AS melakukan hal tersebut semata-mata karena ketaatannya akan perintah Allah SWT dan yang beliau perjuangkan adalah nilai tertinggi, yaitu kecintaan kepada Allah SWT.
Belajar dari kisah Nabi Ibrahim AS diatas bahwa makna kurban bukan hanya terbatas kepada penyembelihan hewan kurban pada hari nahar saja (hari yang ditentukan 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah), akan tetapi lebih dari itu. Yaitu, segala bentuk dalam menegakkan syiar Islam juga dapat dikatakan kurban.
Karena orang yang sudah terpaut hatinya dengan Allah SWT, dekat dan cinta dengan Allah SWT, ia akan siap mengurbankan apapun yang dapat menghalangi hubungan kedekatannya dengan Allah SWT.
Maka ia akan perangi dan korbankan egoismenya, ambisinya, kerakusannya, ketamakannya, kelicikannya, rasa malasnya dalam beribadah dan sifat-sifat buruk lainnya.
Melalui pemahaman makna terhadap ibadah kurban yang kita lakukan, khatib ingin mengetuk hati kita semua, mari kita tanamkan sikap rela berkurban untuk mencari mardhatillah dan berbuat yang terbaik untuk kemaslahatan manusia, baik itu tenaga, waktu, harta bahkan jiwa sekalipun.
Karena jika kita sudah mempunyai kemampuan tetapi tidak mau berkurban, maka Rasulullah SAW sangat mengecam orang tersebut. Seperti dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah : “Barang siapa yang mempunyai kecukupan untuk berkurban dan ia tidak berkurban, maka janganlah dekat-dekat dengan tempat shalat kami.”
Kaum muslimin dan muslimat jamaah shalat Idul Adha Polda Bengkulu Rohimakumullah.
Terakhir, khatib mengajak jamaah sekalian, mari kita muhasabah diri di hari Iedul Adha yang mulia ini. Jika kita belum mampu menyembelih binatang kurban sebagai wujud syukur kita, maka sembelihlah sifat hewani dalam diri kita. Jika kita belum mampu melempar jumroh dalam pelaksanaan haji dan umroh, maka lemparkanlah sifat kebencian dan egoisme dalam hati kita.
Jika kita belum mampu mengelilingi ka'bah untuk thowaf, maka kelilinglah ketempat sanak saudara, tetangga, dan sahabat untuk menjalin ukhuwah atau persaudaraan.