Sangat Memperihatinkan: Sepekan Aktivitas Penyeberangan Ke Pulau Enggano Lumpuh
Sepekan Aktivitas Penyeberangan Ke Pulau Enggano Lumpuh.-Windi-
Sementara itu, masyarakat Pulau Enggano menanggung dampak paling parah dari kelumpuhan transportasi laut ini. Perhadi (40), seorang petani pisang di Pulau Enggano, mengungkapkan kesulitan besar dalam mengirim hasil panen maupun memperoleh kebutuhan pokok.
“Petani sampai membuang pisang karena tak ada kapal. Kami kecewa, hasil panen tidak bisa dijual, padahal itu sumber penghidupan,” kata Perhadi.
Sebagai alternatif, warga terpaksa menyewa kapal ikan berukuran besar yang biasanya digunakan untuk melaut. Namun biaya sewanya sangat mahal, berkisar antara Rp15 juta hingga Rp25 juta sekali angkut. Uang itu, kata Perhadi, sepenuhnya berasal dari kantong petani.
“Tidak pernah ada bantuan dari pemerintah, baik provinsi maupun daerah. Selama ini kami bertahan sendiri,” ujarnya getir.
Kondisi ini menyoroti lemahnya infrastruktur dan perencanaan transportasi laut yang seharusnya menjadi tulang punggung konektivitas antarwilayah, terutama ke pulau-pulau terluar. Padahal, sesuai amanat negara, wilayah terisolasi seperti Enggano seharusnya mendapatkan perlakuan khusus dalam hal pelayanan dasar dan aksesibilitas.
Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan tegas dari Pemerintah Provinsi Bengkulu maupun pihak PT ASDP Indonesia Ferry terkait penanganan masalah ini. Pendangkalan alur yang dibiarkan, kurangnya pasokan BBM, serta minimnya dukungan logistik mencerminkan lemahnya koordinasi antarinstansi.
Jika tak segera ada solusi, masyarakat Pulau Enggano bukan hanya akan terus merugi secara ekonomi, tetapi juga terancam dari sisi ketersediaan bahan pokok dan akses layanan dasar lainnya.
“Kalau terus bergantung pada kapal ikan, kami tak tahu sampai kapan bisa bertahan. Biaya tinggi dan risiko besar saat melaut sepuluh jam ke Bengkulu itu sangat mengkhawatirkan,” tutup Perhadi.(Wij)
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
