Gula Semut, Produk Andalan Bumdes Penago II

Gula Semut, Produk Andalan Bumdes Penago II

RBO, SELUMA - Pemerintah Desa Penago II Kecamatan Ilir Talo saat ini sedang gencar mempromosikan produk potensi desa. Gula semut sebagai salah satu produk yang akan menjadi jenis usaha dari Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Hal ini diungkapkan Kades Penago II, Kecamatan Ilir Talo, Andan Supriyadi, kepada RBI, Senin (24/2). " Sebagai produk lokal andalan, kami akan menggiatkan usaha produksi gula semut sebagai salah satu potensi desa," ujar Kades Penago II, Andan Suriyadi.

Untuk mengembangkan usaha tersebut, pihaknya akan bermitra dengan para petani kelapa yang mayoritas ditekuni warga sekitar dalam memproduksi gula semut. “Kami akan menggandeng para petani gula untuk memberdayakan masyarakat dan menggali potensi desa yang ada," kata dia.

Dirinya menjelaskan, potensi gula semut sangat menjanjikan dari harga yang lebih tinggi serta pasar yang terbuka lebar. Untuk meningkatkan pangsa pasar, pihaknya masih melakukan pembenahan, terutama pada kemasan dan perizinan.  "Produk gula semut dijual dalam kemasan setengah kilo dan satu kilo. Harga per kilo mencapai Rp 50 ribu. Dan saat ini masih di kelola oleh kelompok kerajinan makanan . Kedepan hal ini akan kita berdayakan untuk dikelola oleh Bumdes Tunas Berkembang Desa Penago II,"   ujar Andan.

Hanya saja, menurut dia untuk mengembangkan usaha Bumdes Ini, saat ini pihaknya masih terkendala dengan belum adanya izin pemasaran dan sertifikat halal dari pihak terkait. " Kami masih akan mengurus semua hal berkaitan dengan izin pemasaran. Saat ini produksi gula semut kemasan baru dipasarkan di warung-warung lokal. Kedepan harapan kami gula semut kemasan ini dapat dipasarkan di toko-toko, swalayan, Supermarket baik lokal maupun luar daerah," ujarnya.

Persoalan lain, masih terbatasnya alokasi dana untuk membantu operasional Bumdes, masih menjadi pekerjaan rumah pihaknya. "Selama ini sudah ada bangunan pabrik lengkap dengan mesin untuk memproduksi gula semut dari Dinas Perindag Provinsi. Hanya saja belum berjalan, lantaran terkendala dengan biaya operasional. Untuk bahan baku, jauh dari cukup, lantaran mayoritas penduduk berprofesi sebagai petani kelapa," kata dia (0ne)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: