Perintah Meletakkan Mayat Menghadap ke Kiblat Ketika Dikuburkan

 Perintah Meletakkan Mayat Menghadap ke Kiblat Ketika Dikuburkan

Nani Purnama Sari, S. Th. I.-Adam-radarbengkulu.disway.id

 

Oleh : Nani Purnama Sari, S. Th. I.

(Penulis adalah tenaga pengajar MI Plus Jâ-alHaq Kota Bengkulu)

 

ABSTRAK

RADARBENGKULU.DISWAY.ID - Kiblat dalam hal ini Ka’bah adalah salah satu simbol yang termulia dalam agama Islam. Ia merupakan bagian dari kekhususan bagi Islam dari agama-agama langit yang pernah ada. 

 

Ka’bah sendiri jika dilihat dari sejarah dapat dikatakan sebuah situs sejarah tertua yang ada di muka bumi ini. Bangunan tersebut mempunyai keterkaitan yang sangat erat terhadap sejarah para Nabi terdahulu mulai sejak Nabi Adam AS.

Sehingga wajar, misalnya, ketika Islam sudah mulai berkembang di tanah Madinah, Rasulullahh Muhammad SAW sangat merindukan jikalau Allah berkenan menetapkan Ka’bah sebagai Kiblat bagi kaum muslimin. 

 

Menurut beberapa riwayat, Nabi Muhammad SAW ketika telah hijrah ke Madinah masih shalat menghadap ke Bait Al-Maqdis selama kurang lebih satu setengah tahun. 

Bermula dari keinginan keras Nabi termulia ini, berdoa tanpa kenal lelah dan jauh dari putus asa, lalu Allah SWT berkenan mengabulkannya. Akhir dari harapan Rasulullah itu, kemudian Allah menurunkan Ayat berikut ini:

 

“Sungguh Kami (sering) melihat wajahmu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan dimana saja kamu berada, palingkanlah wajahmu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhan mereka; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah Ayat 144)

 

Apa yang telah disampaikan di atas, sedikit memberi gambaran kepada kita betapa Ka’bah yang telah Allah SWT tetapkan sebagai kiblat bagi umat Islam, memiliki nilai kesejarahan tersendiri bagi Nabi SAW dan tentunya bagi umat Islam secara umum. 

 

Fenomena Kemiringan Makam di TPU

Agama Islam adalah agama yang dikenal memiliki ajaran sangat lengkap. Agama ini mengatur dari persoalan-persoalan pokok yang mendasar sampai kepada masalah-masalah terapan atau teknis yang oleh sebagian orang dari agama lain sering dianggap sepele dan tidak penting. Sehingga dianggap tabu manakala agama mengaturnya.

Islam, syariatnya masuk merata ke seluruh sendi dan relung kehidupan umat manusia. Tidak hanya mengatur perilaku hambahnya kepada Sang Pencipta, tetapi ajarannya pun begitu peduli terhadap pernak-pernik kesibukan dan pergaulan penganutnya sehari-hari dengan sesama makhluk, bahkan hingga kepada ciptaan selain manusia . 

 

Namun bersamaan dengan itu sangat disayangkan, kekomplitan ajaran agama Islam tersebut, seringkali tidak dibarengi dengan ketelatenan para pemeluknya dalam mengamalkan petunjuk-petunjuk teknis yang sudah diatur begitu tertata tersebut.

Kenyataan menunjukan bahwa banyak dijumpai dalam keseharian masyarakat muslim, mereka melakukan sesuatu yang berseberangan dengan petunjuk agama. Padahal, kalau saja kita sebagai umatnya mau sedikit patuh, mengindahkannya, ternyata Islam telah memberi tuntunan dan teladan atas hal tersebut. 

 

Satu dari sekian banyak fenomena itu adalah tatacara penguburan mayat atau jenazah, ke arah manakah seharusnya jenazah itu dihadapkan ketika ia diletakkan dalam kubur atau liang lahadnya? Sebagaimana sudah dimaklumi, menguburkan jenazah muslim adalah salah satu fardu kifayah yang dibebankan kepada umat Islam. 

Ada empat hal yang harus dilaksanakan pada mayat orang Islam jika dalam kondisi normal, yakni memandikan, mengkafankan, menshalatkan, dan menguburkan. Tidak ada khilâf atau perdebatan bahwa keempat perkara tersebut adalah fardu kifayah berdasarkan ijma’. 

 

Penulis telah melakukan pengamatan langsung ke beberapa TPU (Tempat Pemakaman Umum). Diantaranya TPU Kelurahan Sidomulyo yang terletak di Jalan Hibrida 17, RT.12. TPU ini berdekatan dengan Rumah Sakit Umum Daerah M. Yunus (RSUD M.Yunus) Provinsi Bengkulu

Penulis juga mengamati langsung di beberapa TPU lainnya seperti TPU Pagar Dewa yang berlokasi di Jalan Raden Fatah, seberang jalan Pasar Pagar Dewa, lalu TPU Kelurahan Bumi Ayu.

Dari pengamatan langsung berdasarkan kasat mata tersebut, penulis menemukan kemiringan makam atau kuburan yang ada pada TPU tersebut tidak memiliki keseragaman, sehingga dari sisi tata letak tampak tidak rapi.

Realita seperti ini hampir dapat dijumpai disemua area pemakaman yang ada. Hanya banyak atau sedikitnya yang membedakan. Dari segi penghematan lahan pemakaman, rendahnya tata kelola pemakaman seperti ini akan berimbas kepada daya tampung lahan TPU itu sendiri yang tidak maksimal. 

 

Tinjauan Dari Perspektif Mazhab Fiqih

Berbekal dari rasa ingin tahu ini, penulis mendapatkan informasi-informasi penting sehubungan dengan persoalan penertiban arah makam atau kuburan menurut syariat.

Penelusuran menunjukkan bahwa menguburkan mayit itu wajib dihadapkan ke kiblat sebagaimana yang disepakati oleh fuqahâ’ (ulama fiqih) dari mazhab Hanafi, Syafi’i, dan Hambali. 

 

Menurut Ahl al-‘Ilmi, meletakkan mayat dikuburan dimiringkan dengan bertumpu pada lambung sebelah kanan hukumnya sunnah, menghadapkannya ke arah kiblat hukumnya wajib.  

Sementara itu, menurut pendapat mazhab Maliki, meletakkan jenazah menghadap ke arah kiblat adalah sunnah.  Menurut sunnah yang berlaku, hendaklah mayat itu dibaringkan dalam kuburnya pada sisinya yang kanan, dengan muka ke arah kiblat. 

 

Atas dua pendapat ini, Abdurrahman al-Jaziri menyatakan: “Wajib meletakkan mayit dalam kuburan dengan menghadap kiblat. Hukum wajib ini muttafaqun ‘alaih, kecuali menurut kalangan Maliki, sesungguhnya mereka berpendapat hal itu sunnah dan bukan wajib.”

Dengan demikian, ada dua pendapat dikalangan para ulama fiqih terkait dengan tuntunan menghadapkan mayit ke arah kiblat. Pertama, wajib, didukung oleh jumhur ulama. Dan yang kedua sunnah, menurut ulama mazhab Maliki.

 

Jika melihat keterangan dari sumber-sumber sementara yang ditemukan ini,  Islam ternyata telah memberi tuntunan mengenai ke arah manakah semestinya jenazah itu dihadapkan ketika dikubur.

Hanya saja ada ulama yang menerjemahkan dan memahami perintah ini adalah suatu kesunnahan bukan perkara yang wajib, namun sebagian besar para ulama menyimpulkan itu adalah perintah yang merupakan suatu kewajiban agama. 

 

Tinjau Dari Perpektif Hadis Nabi SAW

Hadis Nabi yang paling masyhur berkaitan dengan masalah ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh  Abu Dawud sebagaimana berikut ini:

 

dari ‘Ubaid bin ‘Umair dari bapaknya, bahwasannya bapaknya bercerita kepadanya –Bapaknya memiliki seorang sahabat- bahwa sesungguhnya seorang laki-laki bertanya: ia berkata: Wahai Rasulullah, apa saja dosa besar itu: Nabi bersabda: Ada Sembilan macam. Nabi menuturkan maknanya lalu menambahkan (durhaka kepada kedua orang tua, dan menghalalkan (memalingkan) Baitul Haram yang merupakan kiblat kalian, baik ketika hidup maupun mati).”

 

‘Abdul Muhsin al-‘Ibad, dalam Kitab Syarh Sunan Abu Dawud, ketika menjelaskan hadis di atas mengatakan bahwa hadis ini menunjukan bahwasannya seseorang manakala ia mati, maka akan dihadapkan ke arah kiblat, bukan ke arah selainnya.  

Hadis tersebut dikuatkan oleh: 

1. Hadis dari al-Barra’ bin Ma’rur yang artinya:.  

Dari Abu Muhammad bin Ma’bad bin Abi Qataadah: Bahwasannya Barra’ Ma’rur orang pertama yang mengahadap Kiblat (ketika hidup dan matinya) usianya 71 tahun, Lalu Nabi datang ke Madinah sebelum hijrah Lalu beliau shalat (dimakam Barra”) menghadap ke arah Kiblat, Ketika menjelang wafatnya ia berwasiat dengan sepertiga (hartanya) Rasulullah. Ia juga berwasiat: Hadapkanlah wajahku di dalam kubur ke arah Kiblat. Satu tahun setelah itu Rasulullah datang (ke sana) Nabi dan shahabat menyalatinya (dikuburan Barra’) dan mengembalikan sepertiga hartanya buat anak-anaknya. 

2. Nabi Muhammad SAW sendiri ketika dimakamkan jenazahnya dihadapkan ke arah kiblat. Demikian pula dengan para sahabat, ulama salaf maupun khalaf melakukan hal yang sama. 

3. Umar bin Khaththab pernah mengatakan:

Dari Hasan dari Umar bin Khaththab RA, bahwasannya Umar bertutur tentang Ka’ba, ia mengatakan: Demi Allah tiadalah ia (Ka’ba)  itu hanyalah tumpukan batu-batu yang ditegakkan Allah. Kiblat bagi kita yang hidup dan ke sanalah mayti kita dihadapkan. 

 

Kesimpulan 

Jelas bagi kita, manakala agama telah menurunkan sebuah tuntunan, mesti memiliki nilai positif dan hikmah yang baik bagi siapa saja yang menjalankan dan melaksanakannya.

Tanpa harus berkutat dan berlama-lama menghabiskan waktu serta energi hanya sekadar mempersoalkan hukum wajib atau sunnahnya, sampai-sampai perintah itu terabaikan bahkan terbengkalai tanpa ada yang menerapkannya dalam keseharian.

 

Padahal, ketentuan syariat itu jika kepastian dan status hukumnya sudah jelas dalam kesimpulan para ulama, tinggal mencari formula, rumusan dalam penerapannya dikehidupan ini.  

Salah satu cara yang bisa ditempuh adalah dengan cara menetapkan garis pemakaman yang benar-benar tertata rapi.

 

Kemiringan makam harus diatur sedemikian rupa, dengan memberikan patok atau pedoman penunjuk arah yang jelas dan tegas, sehingga akan mempermudah para penggali kubur untuk menentukan arah Kiblat bagi mayit yang akan dimakamkan.(*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: https://radarbengkulu.disway.id /perintah meletakkan mayat menghadap ke kiblat ketika dikuburkan