Khutbah Idul Fitri: Komitmen Menjaga Ukhuwah dan Kepedulian Sosial Dalam Kehidupan

Khutbah Idul Fitri:   Komitmen Menjaga Ukhuwah dan Kepedulian Sosial Dalam Kehidupan

Prof. Dr. Zubaedi M. Ag M. Pd-Adam-radarbengkulu

إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوا وَالَّذِينَ هُم مُحْسِنُونَ 

 Artinya: Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan, (QS an-Nahl: 128).

 

Allahu Akbar Allahu Akbar Allahu Akbar, 

Hikmah dari Hari Raya Idul Fitri ini tentunya dapat dijadikan sebuah ‘ibrah bersama tentang pentingnya persaudaraan. Saat takbir berkumandang, manusia sadar betul bahwa dirinya tidak berdaya. Manusia mengakui bahwa dirinya maha kecil dan hanya Allah yang Maha Besar. Takbir dapat menghapus kesombongan dan keangkuhan manusia.  

 Ketika kesombongan dan keangkuhan itu hilang, maka sangat mudah untuk saling bermaaf-maafan yang ditujukan untuk menguatkan rasa cinta dan saling bersaudara. Semua saling ikhlas berjabat tangan dan memaafkan. Kalau itu dapat dipertahankan, maka kesucian Ramadan itu akan tetap terjaga dengan baik.

 Jika dihayati secara baik, ada dua pesan Rasulullah ﷻ kepada Sayyidina Ali karramallahu wajhah saat bulan suci Ramadhan dan Syawal sebagaimana termaktub dalam kitab Washiyyatul Musthafa: 

 Pertama, saat Ramadan Nabi meminta agar bepuasa dengan meninggalkan semua keharamannya. Hasilnya adalah surga. Dan kedua, ketika memasuki bulan Syawal, disunnahkan berpuasa enam hari sebagai ibadah terusan Ramadan. Dan hasil dari pahalanya sama dengan puasa selama satu tahun.  

Dua nasihat Rasulullah saw itu mengandung empat makna yang dapat kita jalankan selama hidup: 

 Pertama, menghormati bulan suci Ramadan dengan amalan shalih. Kedua, tetap menjaga kesucian bulan Syawal dengan puasa sunnah. Ketiga, selalu beramal shalih setiap saat. Dan keempat, tidak merubah pola hidup di luar bulan Ramadan.  

Oleh karena itu, ada tiga pesan dan kesan Ramadan yang sudah semestinya kita pegang teguh bersama. 

Pesan pertama, Ramadan adalah pesan moral atau tahdzibun nafsi. 

Artinya, kita harus selalu mawas diri pada musuh terbesar umat manusia, yakni hawa nafsu sebagai musuh yang tidak pernah berdamai. Rasulullah SAW bersabda: Jihad yang paling besar adalah jihad melawan diri sendiri. 

Di dalam kitab Madzahib fît Tarbiyah diterangkan bahwa di dalam diri setiap manusia terdapat nafsu/naluri sejak ia dilahirkan. Yakni naluri marah, naluri pengetahuan dan naluri syahwat. Dari ketiga naluri ini, yang paling sulit untuk dikendalikan dan dibersihkan adalah naluri Syahwat. 

Kita dituntut dapat mengendalikan  tiga sifat berpotensi untuk mencelakakan manusia: sifat kebinatangan (بَهِيْمَةْ) dengan tanda-tandanya menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan tanpa rasa malu; sifat buas (سَبُعِيَّةْ) dengan tanda-tandanya banyaknya kezhaliman dan sedikit keadilan dan sifat syaithaniyah dengan tanda-tandanya mempertahankan hawa nafsu yang menjatuhkan martabat manusia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu