Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu Menolak RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers dan HAM

Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu Menolak RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers dan HAM

Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu Menolak RUU Penyiaran yang Mengancam Kebebasan Pers dan HAM-windi-

 

RADAR BENGKULU – Jurnalis dari berbagai media di Bengkulu, baik cetak, elektronik, maupun online, menggelar aksi damai untuk menyuarakan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran.

Aksi ini disampaikan kepada Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Bengkulu dan DPRD Provinsi Bengkulu pada Rabu, 29 Mei 2024.

Aksi yang diikuti oleh elemen Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bengkulu, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Bengkulu, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Bengkulu, Forum Komunikasi Wartawan (FKW) KAHMI Bengkulu, Radio Dehasen Bengkulu, dan UKM Cinematografi Universitas Dehasen Bengkulu yang tergabung dalam Koalisi Jurnalis Bengkulu Bersatu, berlangsung dengan damai. 

Mereka menyampaikan orasi secara bergantian, menuntut peninjauan ulang terhadap urgensi revisi UU Penyiaran.

Ketua AJI Bengkulu Yunike Karolina menyatakan bahwa pasal-pasal problematik dalam RUU tersebut berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.

Yunike menekankan pentingnya melibatkan Dewan Pers dan kelompok masyarakat sipil yang peduli terhadap isu-isu terkait.

“RUU ini harus ditolak, khususnya terhadap pasal-pasal problematik yang melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi. Seperti penyiaran berita investigasi harus mendapatkan izin KPI,” tegas Yunike.

Draf RUU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 versi Maret 2024, menurut Yunike, berpotensi mengancam kebebasan pers, demokrasi, dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Senada dengan itu, Ketua IJTI Bengkulu, Novi Ariansyah yang lebih dikenal dengan Uncu Lihin menegaskan bahwa RUU Penyiaran merupakan ancaman terhadap kebebasan pers melalui larangan jurnalisme investigasi dan pengambilalihan wewenang Dewan Pers oleh KPI yang tertuang dalam Pasal 42 dan Pasal 50B ayat 2c.

RUU tersebut juga memberikan kewenangan KPI untuk melakukan penyensoran dan pembreidelan konten di media sosial, yang akan mengancam kebebasan konten kreator maupun lembaga penyiaran yang mengunggah konten di internet.

“Apalagi konten siaran di internet wajib patuh pada Standar Isi Siaran (SIS) yang mengancam kebebasan pers dan melanggar prinsip-prinsip HAM yang tertuang pada pasal-pasal 34 sampai 36,” jelas Novi.

Novi menambahkan, dukungan terhadap RUU Penyiaran bisa menyebabkan matinya demokrasi dan pengungkapan kebenaran terhadap kebijakan yang dianggap salah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: