Mengaktualisasikan Nilai Pelaksanaan Ibadah Haji dan Kurban

Mengaktualisasikan Nilai Pelaksanaan Ibadah Haji dan Kurban

Sukran Jayadi, M.Pd.I-Adam-radarbengkulu

 Sebagaimana firman Allah SWT  yang artinya: “Dan siapakah yang lebih baik agamanya daripada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang dia pun mengerjakan kebaikan, dan dia mengikuti agama Ibrahim yang lurus? Dan Allah menjadikan Ibrahim menjadi kesayangan-Nya.” (Q.S. an-Nisa : 125)

Mari kita lihat, apa yang diperjuangkan oleh Nabi Ibrahim AS hingga melakukan pengorbanan tertinggi. Beliau berkorban meninggalkan kampung halaman yang penuh dengan kecukupan dan kesenangan demi memenuhi panggilan Allah SWT. Beliau berkurban meninggalkan anak dan istri di Baitullah, juga untuk memenuhi panggilan Allah. (seperti dijelaskan dalam surah Al-‘Ankabut ayat 26 dan Ash-Shaffat, ayat 99). 

 

Demikian pula ketika beliau mengurbankan putranya Ismail AS, sebagaimana dijelaskan dalam surah As-Shoffat : 102  yang artinya:

“...Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka pikirkanlah apa pendapatmu ? Ismail menjawab: Wahai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. In shaa Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” 

 

Nabi Ibrahim AS melakukan hal tersebut semata-mata karena ketaatannya akan perintah Allah SWT dan yang beliau perjuangkan adalah nilai tertinggi, yaitu kecintaan kepada Allah SWT. 

Belajar dari kisah Nabi Ibrahim AS diatas bahwa makna kurban bukan hanya terbatas kepada penyembelihan hewan kurban pada hari nahar saja (hari yang ditentukan 10, 11, 12 dan 13 Dzulhijjah), akan tetapi lebih dari itu. Yaitu, segala bentuk dalam menegakkan syiar Islam juga dapat dikatakan kurban.

 

Karena orang yang sudah terpaut hatinya dengan Allah SWT, dekat dan cinta dengan Allah SWT, ia akan siap mengurbankan apapun yang dapat menghalangi hubungan kedekatannya dengan Allah SWT.

Maka ia akan perangi dan korbankan egoismenya, ambisinya, kerakusannya, ketamakannya, kelicikannya, rasa malasnya dalam beribadah dan sifat-sifat buruk lainnya. 

 

Melalui pemahaman makna terhadap ibadah kurban yang kita lakukan, khatib ingin mengetuk hati kita semua, mari kita tanamkan sikap rela berkurban untuk mencari mardhatillah dan berbuat yang terbaik untuk kemaslahatan manusia, baik itu tenaga, waktu, harta bahkan jiwa sekalipun.

Karena jika kita sudah mempunyai kemampuan tetapi tidak mau berkurban, maka Rasulullah SAW sangat mengecam orang tersebut. Seperti dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Ibnu Majah : “Barang siapa yang mempunyai kecukupan untuk berkurban dan ia tidak berkurban, maka janganlah dekat-dekat dengan tempat shalat kami.”

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu