Kenaikan Upah 6,5 Pesen yang Diumumkan Presiden Prabowo Belum Berdampak Bagi Pekerja di Provinsi Bengkulu

Kenaikan Upah  6,5 Pesen yang Diumumkan Presiden Prabowo Belum Berdampak Bagi Pekerja di Provinsi Bengkulu

kalangan pekerja di provinsi Bengkulu menilai kenaikan 6,5 persen itu belum bisa mengatasi naiknya lonjakan harga pangan-Ist-

RADAR BENGKULU – Rencana kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Bengkulu tahun 2025 menjadi isu yang hangat diperbincangkan. 

Meski presiden Prabowo telah mengumumkan bahwa Upah 2025 mengalami kenaikan sebesar 6,5 persen.

Meski demikian, banyak pihak, terutama kalangan pekerja di provinsi Bengkulu menilai kenaikan 6,5 persen itu belum bisa mengatasi naiknya lonjakan harga pangan.

Dengan kenaikan tersebut, UMP Bengkulu 2025 hanya akan naik Rp 162.960 menjadi Rp 2.670.039, dibandingkan UMP 2024 sebesar Rp 2.507.079. 

Hal ini menimbulkan kekecewaan di kalangan pekerja karena dianggap tidak signifikan dalam meningkatkan daya beli.

"Pendapatan pekerja dengan kenaikan seperti ini masih terlalu tipis. Kami merasa UMP yang ada belum cukup layak untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari," ungkap Aizan Dahlan, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Provinsi Bengkulu.

KSPSI Provinsi Bengkulu tetap berkomitmen memperjuangkan kenaikan UMP hingga 10 persen. Aizan menegaskan, angka tersebut lebih realistis untuk menghadapi tantangan ekonomi saat ini. 

BACA JUGA:DPRD Provinsi Bengkulu Siapkan Kotak Pengaduan Karyawan yang Terima Gaji Dibawah UMP

BACA JUGA:Informasi Terbaru! Upah Minimum Kota Bengkulu Tahun 2025 Naik, Menyentuh Angka Rp 2,9 Juta

"Sejak awal, kami mengusulkan agar kenaikan UMP mencapai 10 persen. Itu bukan angka yang berlebihan, tetapi kebutuhan ril para pekerja," tegas Aizan.

 

Menurut Aizan, penghitungan UMP 2025 seharusnya mempertimbangkan indeks koefisien yang lebih besar. Ia menyoroti bahwa indeks koefisien UMP 2024, yang menggunakan angka 0,3, masih jauh dari ideal.

 "Kami berharap pemerintah daerah lebih peduli dengan kondisi pekerja. Penggunaan indeks koefisien yang lebih besar bisa membuat UMP lebih proporsional dengan kebutuhan hidup layak," jelasnya.

Selain itu, ia menyebut bahwa penetapan UMP selama ini didasarkan pada data pertumbuhan ekonomi dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan hasil survei kebutuhan hidup layak (KHL). 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: