Banner disway

Sangat Memprihatinkan, Masyarakat Enggano 3 Bulan Terisolasi Tanpa Akses Transportasi Laut

Sangat Memprihatinkan,  Masyarakat Enggano 3 Bulan Terisolasi Tanpa Akses Transportasi Laut

Ironi terjadi di ujung barat Bengkulu. Ribuan masyarakat Pulau Enggano seperti hidup dalam lorong waktu. Terisolasi tanpa akses transportasi laut selama 3 bulan-Ist-

RADAR BENGKULU — Ironi terjadi di ujung barat Bengkulu. Ribuan masyarakat Pulau Enggano seperti hidup dalam lorong waktu. Terisolasi tanpa akses transportasi laut selama lebih dari tiga bulan. Namun, Pemerintah Provinsi Bengkulu dinilai tak kunjung memberikan solusi konkrit. Sorotan tajam pun dilayangkan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Wilayah Bengkulu.

Ketua AMAN Bengkulu, Fahmi Arisandi, mengaku kecewa dengan sikap Pemprov yang dinilainya lebih fokus pada pendangkalan alur Pelabuhan Pulau Baai ketimbang memikirkan nasib warga Enggano yang ‘terkunci’ di tengah samudera.

"Ketika Wakil Presiden Gibran datang ke Bengkulu pada 27 Mei lalu, yang disajikan cuma soal alur pelabuhan dan dampak BBM terganggu. Padahal ada masalah yang jauh lebih mendesak: ribuan warga adat yang sudah tiga bulan tak bisa keluar dari pulau," tegas Fahmi. 

Fahmi menyebut, persoalan akses transportasi ini bukan hanya menyangkut logistik dan ekonomi, tapi juga nyawa manusia. Ia mencontohkan peristiwa pada 25 Mei lalu, ketika lima warga Enggano nekat menyeberang lautan menggunakan kapal kecil. Mereka sempat hilang kontak dan baru ditemukan selamat setelah terdampar hingga ke Pesisir Barat, Lampung.

"Ini nyata. Orang bertaruh nyawa demi keluar dari Enggano. Sayangnya, pemerintah provinsi malah seperti menunggu keajaiban alur dikeruk. Tidak ada terobosan, tidak ada empati," katanya dengan nada geram.

BACA JUGA:Sangat Memperihatinkan: Sepekan Aktivitas Penyeberangan Ke Pulau Enggano Lumpuh

Menurut AMAN, terhentinya layanan kapal menuju Enggano sudah berlangsung lebih dari 90 hari. Akibatnya, distribusi barang terganggu, stok kebutuhan pokok menipis, layanan kesehatan terhambat, dan mobilitas warga lumpuh total.

Di sisi lain, warga yang nekat menyeberang menggunakan kapal kecil disebut semakin banyak. Mereka tahu risikonya, namun kebutuhan mendesak memaksa untuk tetap berlayar.

Ketua Pengurus Harian AMAN Daerah Enggano, Mulyadi Kauno, menyatakan kekecewaannya terhadap lambannya langkah Pemprov Bengkulu. Ia berharap, alih-alih terus menunggu pengerukan alur, pemerintah segera mengupayakan solusi transportasi alternatif yang aman.

"Kami butuh kapal. Itu saja. Masa segampang itu tidak bisa diusahakan? Jangan terus bilang 'nunggu alur dikeruk'. Kami ini bukan barang yang bisa ditunda-tunda. Kami manusia, warga negara juga," kata Mulyadi.

Ia menyebut, sudah banyak permintaan resmi dari warga agar pemerintah menghadirkan armada sementara, minimal sebulan sekali, agar suplai barang dan pergerakan warga bisa tetap berlangsung.

Mulyadi juga mengungkapkan, selama ini warga Enggano telah bersabar dengan kondisi keterpencilan. Namun jika ketidakpedulian ini terus berlanjut, ia khawatir akan muncul reaksi sosial yang tak diinginkan.

"Kalau Enggano dianggap tidak penting, katakan saja. Jangan diam seribu bahasa. Lalu, biarkan kami seperti hidup di pulau terbuang," sindirnya. 

 

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber: