Cerpen: NANDAK

Cerpen: NANDAK

Siti Mutmainah-Fahmi-radarbengkulu

“Dulu aku pernah kabur dari pohon ini, aku terbang jauh. Lalu aku tertangkap oleh seorang raksasa tua. Dia adalah seorang ayah. Dia mengurungku lama di rumahnya. Dia memasukkanku kedalam sebuah toples,” saat Peri Berin bercerita kunang-kunang menghampiri mereka, membuat suasana yang tadinya gelap mencekam kini menjadi lebih menyenangkan dan indah.

 

“Raksasa tua itu punya seorang raksasa perempuan yang lebih kecil dari pada tubuhnya. Raksasa kecil itu persis sepertimu. Raksasa tua bilang bahwa dia adalah seorang ayah dan raksasa kecil adalah anaknya. Dia sangat kesepian karena anaknya adalah seorang perempuan. Tidak ada teman untuknya saat dia ingin memancing. Teman saat dia sedang menggarap sawah. Dan tidak ada teman saat dia berburu di hutan. Anak perempuan tidak bisa diajak membicarakan cara berburu yang lebih baik agar menangkap rusa atau ayam huatan lebih banyak. Raksasa tua selalu bilang bahwa dia iri dengan istrinya yang memiliki teman untuk membicarakan masakan yang lezat.''

 

Apakah aku boleh bertanya? Apakah tugas anak perempuan sebenarnya? Kalau yang dibicarakan raksasa tua itu benar, maka apakah anak perempuan itu tidak berguna?” tanya Peri Berin tiba-tiba penasaran.

“Anak perempuan biasanya membantu ibu memasak, membereskan rumah, dan menyuci. Kadang-kadang juga membantu membawakan belanjaan ibu saat pergi kepasar,” jawab Nandak.

“Apakah kamu melakukan itu semua juga?”

“Tidak, aku tidak melakukannya. Ibuku berkata, aku tidak harus melakukannya.Karena, aku memiliki tubuh yang lemah. Aku sering kali pingsan saat ikut kesawah.”

“Tidak. Apakah kamu tidak melakukan tugas anak perempuan seperti yang kau katakan tadi?” tanya Peri Berin lagi.

“Tidak. Aku tidak melakukannya. Ayahku sering kali menyuruhku, tetapi ibuku selalu melarangku dan dia mengerjakan segalanya.”

“Raksasa tua itu tidak membenci anaknya sama sekali. Ia hanya mengatakan bahwa dia kesepian saat bercerita denganku. Istrinya selalu bersama anak perempuannya. Sedangkan dia tidak memiliki teman di rumah. Ia juga berkata, terkadang terlalu canggung untuknya memulai pembicaraan lebih dahulu pada anaknya yang semakin hari semakin dewasa. Tapi suatu hari raksasa tua bercerita padaku bahwa sang anak mengajaknya pergi memancing kesungai, mereka menceritakan banyak hal. Sang raksasa sangat senang saat itu. Dia bercerita denganku sambil tersenyum sangat lebar. Setelah itu raksasa tua melepaskanku karena sudah tidak merasa kesepian.”

Nandak mendengarkan cerita Peri Berin seolah mendengar kisahnya. Namun dengan akhir yang bahagia. Apakah dia juga bisa membuat ayahnya tersenyum seperti itu juga.

“Sejak hari itu, aku sering melihat anak perempuan itu berbicara dengan ayahnya. Saat raksasa tua pulang dari sawah, anak perempuan membawakan minum. Lalu, ia juga mulai meyiapkan makan dan makan bersama dengan raksasa tua. Biasanya itu hanya dilakukan istri raksasa tua, anak perempuanya. Bahkan tidak berani keluar dari kamarnya saat ayahnya pulang.”

“Anak perempuan itu merasakan hal yang sama dengan ku. Sosok ayah terlalu menakutkan mereka benar-benar seperti raksasa bagi kami,” Nandak mengucapkannya sambal tertunduk lesu.

“Apakah kamu mau mencobanya?” tanya Sang Peri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu

Berita Terkait