Wow! Mendikbud Luncurkan Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

Wow! Mendikbud Luncurkan Permendikbudristek Pencegahan dan Penanganan Kekerasan

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim-Ist-radarbengkulu,disway.id

BACA JUGA:Huruf S Naik Daun, Lintasan S Memudahkan Pemohon Ujian Praktik SIM C

 

Peraturan ini juga menggantikan peraturan sebelumnya. Yaitu Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan.

Permendikbudristek PPKSP juga menghilangkan area “abu-abu” dengan memberikan definisi yang jelas untuk membedakan bentuk kekerasan fisik, psikis, perundungan, kekerasan seksual serta diskriminasi dan intoleransi untuk mendukung upaya pencegahan dan penanganan kekerasan.

 

Bukan hanya mengatur tindakan kekerasan, Permendikbudristek ini juga memastikan tidak adanya kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan di satuan pendidikan.

“Peraturan yang baru ini juga tegas menyebutkan bahwa tidak boleh ada kebijakan yang berpotensi menimbulkan kekerasan. Baik dalam bentuk surat keputusan, surat edaran, nota dinas, imbauan, instruksi, pedoman, dan lain-lain,” tegas Mendikbudristek.

 

Permendikbudristek PPKSP juga mengatur mekanisme pencegahan yang dilakukan oleh satuan pendidikan, pemerintah daerah, dan Kemendikbudristek, serta tata cara penanganan kekerasan yang berpihak pada korban yang mendukung pemulihan.

Melalui peraturan ini, satuan pendidikan juga diamanatkan untuk membentuk Tim Pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) serta pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota untuk membentuk Satuan Tugas (Satgas).

 

“TPPK dan Satuan Tugas perlu dibentuk dalam waktu 6 sampai 12 bulan setelah peraturan ini disahkan, agar kekerasan di satuan pendidikan dapat segera tertangani. Jika ada laporan kekerasan, dua kelompok kerja ini harus melakukan penanganan kekerasan dan memastikan pemulihan bagi korban, sedangkan sanksi administratif diberikan kepada pelaku peserta didik dengan mempertimbangkan sanksi yang edukatif dan tetap memperhatikan hak pendidikan peserta didik,” tandasnya.

Berdasarkan data hasil survei Asesmen Nasional tahun 2022, sebanyak 34,51 persen peserta didik (1 dari 3) berpotensi mengalami kekerasan seksual. Lalu 26,9 persen peserta didik (1 dari 4) berpotensi mengalami hukuman fisik, dan 36,31 persen (1 dari 3) berpotensi mengalami perundungan.

 

Hasil temuan itu juga dikuatkan oleh hasil Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) tahun 2021. Yakni 20 persen anak laki-laki dan 25,4 persen anak perempuan usia 13 sampai dengan 17 tahun mengaku pernah mengalami satu jenis kekerasan atau lebih dalam 12 bulan terakhir.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: https://radarbengkulu.disway.id