Konlik Agraria di Kabupaten Mukomuko dan Bengkulu Utara Dengan 3 Perusahaan Besar Terus Bergulir

Selasa 22-10-2024,10:10 WIB
Reporter : windi junius
Editor : syariah muhammadin

  

RADAR BENGKULU  - Pemerintah Provinsi Bengkulu telah berupaya memfasilitasi penyelesaian konflik agraria yang melibatkan masyarakat Kabupaten Mukomuko dan Kabupaten Bengkulu Utara dengan tiga perusahaan besar di wilayah tersebut, yaitu PT Bima Bumi Sejahtera (BBS) di Mukomuko, PT Bimas Raya Sawitindo (BRS), dan PT Purna Wira Darma Upaya (PDU) di Bengkulu Utara. Meskipun rapat-rapat telah diadakan sebanyak tiga kali, pertemuan-pertemuan tersebut belum membuahkan hasil yang memuaskan. Karena, kedua belah pihak tetap teguh pada pendirian masing-masing.

Asisten II Pemerintah Provinsi Bengkulu, RA Denni, menyatakan bahwa pemerintah Provinsi telah menjalankan tugasnya sesuai dengan peraturan yang ada. Yaitu, hanya berperan sebagai fasilitator dalam konflik agraria yang melibatkan dua kabupaten. 

BACA JUGA:Memanas Lagi, Konflik Agraria antara PT BRS Dengan Masyarakat Bengkulu Utara dan Mukomuko

BACA JUGA:Mahasiswa dan Aliansi Bengkulu Melawan Mendesak Pemprov Tuntaskan Konflik Agraria

“Berdasarkan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014, kalau konflik terjadi di dalam satu kabupaten, maka kewenangannya ada di pemerintah kabupaten. Provinsi hanya memfasilitasi penyelesaian,” ujar Denni.

Ia juga menegaskan, rapat yang diadakan tersebut merupakan bentuk akomodasi atas permintaan masyarakat yang merasa dirugikan oleh aktivitas perusahaan perkebunan.

 “Kita mengakomodir permintaan masyarakat dan memfasilitasi pertemuan antara masyarakat dengan pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta perwakilan perusahaan,” tambah Denni.

 

 

Namun, hingga saat ini, baik masyarakat maupun pihak perusahaan belum mencapai kesepakatan. Masyarakat, khususnya petani yang terdampak, menuntut agar perusahaan perkebunan tersebut dibubarkan, dengan dalih bahwa masyarakat memiliki bukti kuat terkait kepemilikan lahan yang diklaim oleh perusahaan. 

Di sisi lain, pihak perusahaan mengklaim bahwa aktivitas mereka sah dan telah mendapatkan izin resmi dari instansi terkait, termasuk BPN.

 

 

“Perusahaan memegang aturan perizinan yang sah, sementara masyarakat memiliki bukti yang menurut mereka valid. Jika situasi ini terus didiskusikan dalam rapat, tanpa ada kejelasan hukum, tidak akan ada solusi yang bisa dicapai,” lanjut Denni.

Kategori :