Pemprov Bengkulu dan Fraksi di DPRD Bahas Revisi Perda 07 Tentang Pajak
Pemprov Bengkulu dan Fraksi di DPRD Bahas Revisi Perda 07 Tentang Pajak -Windi-
Kritik ini menyentil gaya komunikasi informal yang ramai di media, yang dapat melemahkan legitimasi produk hukum. Menurut Fraksi Nurani, harus ada penghormatan terhadap mekanisme parlemen dan tata kelola konstitusional.
Dalam pembahasan Raperda No. 7 Tahun 2023, proses partisipasi publik—terutama saat konsultasi publik oleh BPKAD—sudah terlaksana secara formal. Namun, Nurani Pembangunan menekankan pentingnya efektivitas, bukan hanya formalitas.
Salah satu polemik yang muncul belakangan adalah dugaan penundaan atau pembatalan Perda, dan pernyataan Gubernur bahwa Perda belum dijalankan. Nurani Pembangunan menolak interpretasi keliru.
“Perlu dicermati bahwa Perda No. 7/2023 telah berlaku sejak 29 Desember 2023, dan ketentuan tarif Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) baru diterapkan sejak 5 Januari 2025,” tegas Usin.
Ia menegaskan, perbedaan persepsi tidak boleh menjadi ajang kontroversi publik yang mengorek citra Gubernur dan pemerintah daerah tanpa akar basis data yang jelas.
Nurani Pembangunan mendukung kuat adanya ruang diskresi (Pasal 96 UU 1/2022) yang dimanfaatkan Gubernur untuk memberikan keringanan pajak melalui Peraturan Gubernur (Pergub) atau Keputusan Gubernur, seperti dilakukan pada tahun sebelumnya. Prinsip ini sejalan dengan amanat SE Mendagri No. 900/2024 untuk memberikan keringanan PKB dan BBNKB sebagai respons terhadap kondisi ekonomi sulit.
Namun, Fraksi ini mengritisi bahwa kebijakan tersebut perlu disertai simulasi fiskal yang realistis. Jika tarif PKB misalnya diturunkan, opsi kenaikan retribusi atau optimalisasi pendapatan non‑pajak harus disiapkan untuk menutup gap anggaran.
Selanjutnya Dengan PKB Provinsi Bengkulu diangka flat 1,2%, Fraksi mengambil perbandingan dengan Jawa Barat (1,12%, pajak daerah 56%), Sumatera Selatan (1%, pajak daerah 38%), Jawa Tengah (1,05%, pajak daerah 52%), dan NTT (1,2%, pajak daerah 30%). Dari sisi kemampuan fiskal, tarif 1,2% dianggap proporsional. Namun, potensi defisit anggaran yang saat ini mencapai Rp 368,78 miliar harus dijadikan pertimbangan serius.
Perbadingan antar Pemda Provinsi dengan penetapan tarif PKB selain mempertimbangkan kontrubusi Pajak Daerah juga defisit anggaran tahun berjalan. APBD Provinsi Bengkulu tahun 2025 mengalami defisit RP.368,78 Miliar (tiga ratus enam puluh delapan koma tujuh puluh delapan miliar). Bandingan dengan defisit APBD Sumatera Selatan Rp.289 Miliar (dua ratus delapan puluh sembilan miliar rupiah).
"Angka-angka Proyeksi ini tidak perlu diperdebatkan karena masih dalam perhitungan (outstanding) bulan berjalan hingga Desember Tahun 2025, dalam pembahasan RAPBD, Disamping capaian target PAD 3 Tahun sebelumnya namun perlu pula menjadi pertimbangan kita dalam Menyusun perubahan perda N0.7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah serta bentuk-bentuk program percepatan dan peningkatan pendapatan asli daerah provinsi Bengkulu mengingat program-program perioritas didalam RPJMD Periode saat ini dan RKPD untuk Tahun selanjutnya sudah barang tentu membutuhkan pembiayaan." Ujar Usin.
Lebih lanjut Bahwa terkait usulan gubernur untuk melakukan revisi ataupun perubahan Perda No.7 Tahun 2023 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Provinsi Bengkulu sebagai upaya menjawab dinamika pertumbuhan ekonomi yang semakin baik dan menyesuaikan kondisi kebutuhan norma hukum didalam perda perlu dilakukan perubahan pada beberapa hal antara lain, seperti Pengaturan tentang Pajak Air Pemukaan (PAP), Pajak Rokok, Penambahan norma pengaturan tekhnis terkait dengan memberikan mandat ataupun pendelegasian kepada gubernur untuk Menyusun peraturan gubernur tentang tata cara pengelolaan bagi hasil serta penambahan dan pengurangan objek retribusi daerah antara lain.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
