WALHI: Dalam 2 Tahun Ada 100 Korban Konflik Agraria di Bengkulu

WALHI: Dalam 2 Tahun Ada 100 Korban Konflik Agraria di Bengkulu

Salah satu contoh konflik agraria di Bengkulu terjadi antara PT DDP ke Petani Tanjung Sakti-ist-

RADAR BENGKULU - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Bengkulu mencatat bahwa dalam kurun waktu dua tahun ada 100 orang menjadi korban konflik agraria di Bengkulu. Mereka jadi konflik ketidakadilan dalam pengelolaan sumberdaya agraria di beberapa daerah di Provinsi Bengkulu.

 

Wilayah yang sering konflik agraria di Bengkulu termasuk kabupaten Mukomuko, Bengkulu Utara, Bengkulu Tengah, Seluma, Bengkulu Selatan, dan Kaur.Konflik agraria di Provinsi Bengkulu tidak hanya terbatas pada sektor perkebunan, tetapi juga melibatkan sektor pertambangan, kehutanan, kawasan pesisir, serta pulau-pulau kecil.

BACA JUGA:Ini Kata Capres Anies Baswedan Soal Konflik Agraria di Bengkulu

Data ini diungkapkan oleh Direktur WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga, yang menyoroti masalah ketidakadilan yang terjadi dalam pengelolaan sumberdaya agraria di Bumi Rafflesia.

 

Abdullah Ibrahim Ritonga secara khusus menyoroti kinerja Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) di Provinsi Bengkulu. Menurutnya, GTRA dinilai gagal melaksanakan peran, tugas, dan kewenangannya terkait penyelesaian konflik agraria.

BACA JUGA:GTRA Bengkulu Seriusi Soal Konflik Agraria, Kirim Rekomendasi ke Kementerian ATR/BPN

Beberapa indikator masalah konflik agraria yang belum terselesaikan melibatkan tindakan represif dari aparat kepolisian terhadap rakyat yang memperjuangkan hak atas tanah mereka.

 

"GTRA seharusnya menjadi ujung tombak penyelesaian konflik agraria di Provinsi Bengkulu, sesuai mandatnya untuk melakukan perubahan penguasaan agraria, menuntaskan konflik di daerah, mencapai kesejahteraan rakyat, kedaulatan pangan, dan memastikan keseimbangan daya dukung dan daya lingkungan," ungkapnya.

BACA JUGA:Walhi Bengkulu Desak Penyelesaian Konflik Agraria, Ini yang Dilakukan Gubernur Rohidin

WALHI Bengkulu juga menilai bahwa pendekatan penyelesaian konflik agraria di bengkulu dapat dilakukan berdasarkan inisiatif rakyat, dengan mempertimbangkan bagaimana selama ini masyarakat memanfaatkan, mengelola, dan menguasai lahan untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.

Ritonga menegaskan perlunya political will yang kuat dari pemerintah untuk berpihak kepada rakyat dalam pengelolaan sumberdaya agraria di Bengkulu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: