Nilai Waktu Luang bagi Seorang Muslim

Nilai Waktu Luang bagi Seorang Muslim

Dr. Ismail Jalili, M.A-Adam-radarbengkulu

Bukankah dengan begitu, kita telah berbuat adil terhadap diri kita sendiri ? Lebih jauh, ketika kita terbiasa bersikap adil terhadap diri sendiri, mudahan-mudahan sikap ini mendidik kita untuk bersikap adil terhadap (hak) orang lain.

Islam mendidik kita untuk memanfaatkan dan mengolah waktu luang. Waktu luang tidak akan menjadi kosong dan sia-sia, apabila kita manfaatkannya secara tepat guna. Yaitu, mengisinya dengan aktivitas-aktivitas yang bermanfaat dan mendatangkan kebaikan, untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Ibnu Mas'ud berkata, "Aku sangat membenci seorang lelaki yang memiliki waktu luang tetapi dia tidak melakukan suatu pekerjaan apapun yang bermanfaat; baik pekerjaan untuk dunia maupun akhirat." (HR. Thabrani).

Seperti yang tersebut dalam hadis diatas, kiranya seorang sahabat Rasulullah SAW dan periwayat hadis terkemuka seperti Ibnu Mas'ud, tentu saja tidak membenci pribadi orang yang bermalas-malasan dalam memanfaatkan dan mengolah waktunya, tetapi beliau membenci (karena Allah) sikap yang diperankan oleh siapapun dari kalangan umat Islam yang mengabaikan nilai (pentingnya) waktu.

Karena itu bertolak belakang dengan ajaran Rasulullah SAW. Beliau adalah panutan dan suri tauladan kita bersama. Lantas bagaimana sikap beliau terhadap waktu ? 

 

Jamaah Jumat Rahimakumullah

Orang yang paling dekat dengan beliau ; istri beliau yaitu Aisyah RA, pernah mengungkapkan sikap beliau terhadap waktu dalam kehidupan sehari-hari. Aisyah RA berkata, 

"Beliau (Rasulullah Saw) tak pernah terlihat olehku kosong (menganggur) di rumah."

Demikianlah penuturan seorang istri Rasulullah SAW (Aisyah RA), bahwa semua waktu yang ada pada beliau dimanfaatkan semuanya untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang mendatangkan manfaat dan kebaikan untuk ummat. Bukankah sikap yang mulia seperti ini; pandai menghargai, memanfaatkan dan mengolah waktu dengan baik, sudah beliau ajarkan semasa hidupnya ? 

Seharusnya, kita umat Islam, pengikut setia beliau, memiliki kesadaran sekaligus kecintaan yang mendalam terhadap sunnah-sunnah (ajaran) beliau. Kita harus mencontoh dan menerapkan ajaran-ajran beliau tersebut dalam kehidupan kita sehari-hari.

Dan ajaran-ajaran hidup beliau tersebut terdapat di dalam Al-Qur"an dan Al-Hadist. Siapa pun yang berpegang teguh kepada keduanya ; menjadikan keduanya sebagai pedoman hidup untuk melangkah dan meniti kehidupan di dunia ini, maka hidupnya akan selamat di dunia dan akhirat. Beliau bersabda,

"Aku (Rasulullah SAW) telah meninggalkan dua perkara, jika kalian berpegang teguh kepadanya, maka kalian tidak akan pernah tersesat, kedua perkara itu adalah Al-Qur'an dan sunnahku."

Sabda beliau ini memberikan isyarat kepada siapun juga, dari kalangan umat Islam, yang selalu berpedoman kepada Al-Qur'an dan Al-Hadist dalam menjalankan kehidupannya sehari-hari di dunia, dan senantiasa menanam kebaikan (amal shaleh) karena landasan iman dan takwa kepada Allah dan Rasul-Nya, maka dia tidak akan tersesat jalan. Dia akan selalu mendapatkan hidayah, rahmah, dan ridha, serta perlindungan Allah SWT. 

Tetapi, pada masa sekarang ini, mengapa ada diantara kita (umat Islam) dengan sengaja meninggalkan ajaran-ajaran Rasulullah SAW ? Hal itu terlihat dari apa yang dilakukan oleh kebanyakan kita, yang selalu mendahulukan urusan-urusan yang bersifat duniawi daripada ukhrawi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: radarbengkulu